Penulis : Habib Ali Umar Al Habsyi (Anggota Dewan Syura IJABI)
يَا كُمَيْلُ، لَا تَأْخُذْ إِلَّا عَنَّا تَكُنْ مِنَّا.
Wahai Kumail, janganlah engkau mengambil (ilmu) kecuali dari kami, niscaya engkau termasuk golongan kami.”
Dalam wasiat ini, Imam ali as menekankan pentingnya mengambil ilmu, ajaran dan tuntunan Agama dari sumber yang terpercaya, yaitu Ahlulbait Suci Nabi saw. Dengan demikian, kemurnian Agama terjaga dan ia berhak disebut sebagai bagian dari Ahlulbait as. yaitu dari Syi’ah dan pengikut mereka.
Sebagaimana telah ditegaskan dalam wasiat sebelumnya, bahwa seluruh Ilmu Ilahi itu bersumber dari Nabi saw. dan dari beliau saw., mata air suci itu mengalir kepada Ali bin Abi Thalib as. yang telah menerima pengajaran seribu bab ilmu -langsung dari Nabi saw.- yang kemudian terbuka dari setiap bab itu seribu pintu. Imam Ali as lah Pintu Kota Ilmu Nabi saw.
Syi’ah di sepanjang sejarah, dalam keberagamaan mereka, hanya mengambil Ajaran Agama dari Imam Ali as dan Para Imam Suci dari Ahlulbait Nabi as. karena itu, klaim Syi’ah sebagai pengikut Ahlulbait dan Syi’ah Ali as, bukanlah sekedar klaim tanpa bukti.
Dalam membangun Akidah Ketuhanan, Kenabian dan Kerasulan, Keimanan kepada Hari Kiamat, dan seluruh cabang keimanan tentangnya, Syi’ah hanya mengambil dari Ahlulbait Suci Nabi as. demikian juga dalam Fikih dan Hukum Syari’at serta Bangunan Etika dan Pemikiran Keagamaan, Syi’ah hanya menjadikan sabda-sabda Ahlulbait as sebagai pedomannya.
Semua hal di atas, jelas bagi siapapun yang berwisata membuka warisan peninggalan para ulama Syi’ah di sepanjang masa. Berbeda dengan kelompok lain dari kaum Muslimin. Mereka tidak menjadikan Ahlulbait as sebagai Imam dan Rujukan mereka. Sabda-sabda dan “fatwa-fatwa” Ahlulbait as hampir tidak dapat kita temukan menghiasi lembaran-lembaran kitab-kitab mereka. Bahkan dalam Kitab-kitab Hadis andalan mereka, kita kesulitan menemukan hadis Nabi saw. dari riwayat Ahlulbait as.
Dari fakta di atas, dapat dipastikan hanya Syi’ah lah sebagai bagian dari Ahlulbait as dan sebagai Pengikut dan Syi’ah Ahlulbait as.
Syeikh Shadûq dalam kitab al Khishâl-nya meriwayatkan dari Imam Ali as.:
أَنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ) وَمَعِي عِتْرَتِي عَلَى الْحَوْضِ، فَمَنْ أَرَادَنَا فَلْيَأْخُذْ بِقَوْلِنَا، وَلْيَعْمَلْ عَمَلَنَا، فَإِنَّ لِكُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ نَجِيبًا، وَلَنَا نَجِيبٌ، وَلَنَا شَفَاعَةٌ، وَلِأَهْلِ مَوَدَّتِنَا شَفَاعَةٌ، فَتَنَافَسُوا فِي لِقَائِنَا عَلَى الْحَوْضِ، فَإِنَّا نَذُودُ عَنْهُ أَعْدَاءَنَا، وَنَسْقِي مِنْهُ أَحِبَّاءَنَا وَأَوْلِيَاءَنَا، مَنْ شَرِبَ مِنْهُ شَرْبَةً لَمْ يَظْمَأْ بَعْدَهَا أَبَدًا.
“Aku bersama Rasulullah saw., dan bersamaku adalah keluargaku (‘Itratî) di telaga/al Hauḍ. Maka siapa yang ingin bersama kami, hendaklah ia berpegang pada ucapan kami dan mengamalkan perbuatan kami. Sesungguhnya setiap keluarga memiliki orang yang terpilih/ najîb, dan bagi kami juga ada yang terpilih. Kami memiliki [hak memberi] syafa’at, dan bagi para pecinta kami juga ada syafa’at. Maka berlombalah kalian untuk bertemu dengan kami di telaga itu, karena kami akan menolak darinya musuh-musuh kami, dan memberi minum darinya kepada para pecinta dan wali-wali kami. Barang siapa yang meminumnya seteguk saja, maka ia tidak akan merasa haus selamanya.”

