Site icon Majulah IJABI

Mengapa Syi’ah Ngotot Melestarikan Sepanjang Masa, Tradisi Meratapi Al Husain as?

Oleh: Habi Ali Umar Al-Habsyi, Anggota Dewan Syura IJABI

Motifasi Kedua: Balas Budi Atas Jasa dan Kebaikan Ahlulbait as.

Membalas budi dan kebaikan orang adalah bagian inti dari Akhlak Mulia yang mendapatkan perhatian serius dalam Islam. 

Berduka dan menangis untuk Al Husain as sebuah bentuk nyata balas budi atas jasa dan kebaikan itu, mengingat jasa Al Husain as begitu besar dalam melestarikan Agama ini sehingga kita semua; umat Islam, bahkan umat manusia dapat menemukan kemurnian Agama dan bernaung di bawahnya kapan pun kita mau. Beliau rela berkorban bak kayu gaharu demi menyebarkan keharuman semerbak aroma Agama ini untuk dinikmati oleh umat manusia. Darah Al Husain as yang tertumpah di padang Karbala telah menyinari setiap lorong jalan nilai-nilai mulia Agama dan mengoyak kegelapan kemunafikan dan kehinaan. Beliau as persis kakek agung beliau Nabi Muhammad saw sebagai Dâ’iyan Ilallâh biidznihi wa Sirâjan Munîrâ, Penganjur kepada Allah dengan izin-Nya dan Lentera yang menyinari. 

Edisi demi edisi kisah keluh untuk mensifati jasa Al Husain as. dan jari jemari pun menjadi kaku tak mampu melukiskan keindahan karunia yang Al Husain as berikan untuk umat manusia. Andai bukan karena pengorbanan Al Husain as tentu umat manusia tak akan mengenal arti kemuliaan diri, berjuang melawan penindasan manusia atas manusia dan tidak akan mengenal arti berkorban demi Agama, khususnya di saat Agama benar-benar terancam eksistensinya. 

Watak manusia, khususnya bangsa Arab tercetak untuk berbalas budi dan kebaikan. Dalam kisah-kisah sejarah kita menemukan banyak contoh nyata bagaimana sifat ini telah menyatu dengan watak bangsa Arab. 

Sekedar contoh, ketika penguasa rezim Abbasi menghukum Ja’far bin Yahya Al Barmaki – yang tidak lain adalah Adipati, tangan kanan dan orang kepercayaan Harun Ar Rasyid sendiri yang banyak jasanya untuk kelanggengan Dinasti Abbasi- lalu menyalibnya di atas tiang salib. Dengan itu sebenarnya Harun ingin menampakkan bahwa ia tidak pernah main-main dalam mengambil sikap tegas dan ganas kepada siapa pun yang membahayakan kekuasaannya. Harun melarang dan mengancam dengan hukuman berat atas siapa pun yang meratapi Ja’far bin Yahya Al Barmaki. Kendati demikian, ada seorang penyair kondang bernama ar Raqqâsyi al Bashri meratapinya di depan tiang salib itu dengan beberapa bait indah yang mengharukan. 

Tentu Harun -sebagai penguasa yang telah mengeluarkan maklumat larangan dan ancaman merasa disepelekan. Ia pun segera memanggil ar Raqqâsyi ke istana. Terjadilah dialog singkat antara kedua. Harun bertanya kepadanya: Bukankah engkau telah mengetahui adanya larangan dan ancaman hukuman berat atas siapa pun yang meratapi Ja’far Al Barmaki? Lalu apa yang membuatmu berani menentang laranganku? Ia menjawab: Aku dan nuraniku terpanggil untuk meratapi Ja’far karena kebaikan dan jasanya atasku selama masa hidupnya. Ia selalu menyantuniku. 

Harun bertanya lagi: Berapa santunan yang ia berikan kepadamu? 

Ia menjawab:  Seribu dinar setiap tahunnya. 

Harun berkata kepadanya: Mulai sekarang, aku akan berikan untukmu dua ribu dinar. Yang penting jangan engkau kembali meratapinya dengan bait-bait syair pujian untuknya. 

Kisah di atas, walaupun tidak ada kaitannya dengan tema yang sedang kita bicarakan. Namun ia mencerminkan watak orisinil bangsa Arab -dan tentu ia adalah perangai terpuji setiap manusia, dari suku dan bangsa mana pun dia berasal- bahwa membalas budi dan kebaikan serta jasa orang yang telah berbuat baik kepada kita adalah tuntutan nurani sebelum ia sebagai tuntunan Agama. 

Lalu, adakah yang lebih berhak atas kita untuk membalas budi dan jasanya melebihi Imam Al Husain as, yang telah mengorbankan semua yang ia miliki demi tegaknya Agama datuknya? Untuk siapa? Untuk kita semua umat Islam.

Tangisan dan berkabung atas kesyahidan Al Husain as adakah sedikit dari arti balas budi itu. Lalu, masihkan kita kikir dari membalas jasa dan kebaikan Al Husain as?! Apa yang kita lakukan untuk Al Husain as; tangisan kita dengan deraian air mata membasahi pipi, sebenarnya jauh dari apa yang seharusnya kita persembahkan untuk Darah Suci beliau as. Kami hanya berharap kepada Allah semoga deraian air mata duka dan kesedihan ini dapat menghapus dosa dan kekuarangan pengabdian kita untuk Agama yang diperjuangkan oleh Al Husain as dengan guyuran darah suci beliau dan darah para syuhada yang gugur bersama beliau di Karbala. Dan juga hujan air mata para wanita dan anak-anak yatim yang ditinggal Al Husain as. 

(Bersambung Insya Allah)

Exit mobile version