Site icon Majulah IJABI

Mishbah al-Huda

Sumber Gambar : https://pin.it/6552fyDX2

Oleh Dr. Dimitri Mahayana, Sekretaris Dewan Syura IJABI

Innī lam akhruj ‘asyīran wa batharan, wa lā mufsidān wa lā ẓāliman, innamā kharajtu li-ṭalabi al islāḥi fī ummati jaddī.

إِنِّي لَمْ أَخْرُجْ أَ شِرًا وَبَطْرًا، وَلَا مُفْسِدًا وَلَا ظَالِمًا، إِنَّمَا خَرَجْتُ لِطَلَبِ الإِصْلَاحِ فِي أُمَّةِ جَدِّي

Aku tidak keluar untuk kesia-siaan atau kezaliman; aku keluar semata-mata untuk menuntut perbaikan dalam umat kakekku. (Sumber: Sayyid Muhammad Husayn Husayni Tehrani, Lama’aat al-Husain)

Hadis Nabi Muhammad SAW:

إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمَ الثَّقَلَيْنِ، كِتَابَ اللهِ وَ أَهْلَ بَيْتِي,  وَإِنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ 

Sungguh aku tinggalkan pada kalian dua pusaka: Kitabullah dan Ahlulbaitku. Keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya kembali kepadaku di telaga.” (Sumber: Hadis ini—dengan redaksi yang berbeda—diriwayatkan oleh lebih dari 200 kitab, di antaranya Shahîh Muslim, juz 7, hlm. 122; juz 2, hlm. 237 dan 238. Sunan at-Tirmidzî, juz 2, hlm. 307)

Menurut Ferdinand de Saussure, suatu tanda (sign) terdiri dari penanda fisik (signifier)—nama dan tindakan Husain—dan petanda (signified)—nilai-nilai luhur Qur’ani seperti rahmah, keadilan, ihsan, sabr—dan sebagai kesatuan membentuk sign: Husain sebagai manifestasi Qur’an yang berjalan. Al-Husain tak lain adalah “مِصْبَاحُ الْهُدَى وَسَفِينَةُ النَّجَاةِ” , yakni,  lampu petunjuk dan bahtera keselamatan maknawi.

Roland Barthes dalam Mythologies menjelaskan bahwa mitos modern memaksakan pemaknaan seolah alami, sedangkan Husain menegaskan makna Qur’ani dan menggugat status quo ideologis.

Contoh: perlakuan Husain terhadap Jaun, budak kulit hitam. Ia memeluknya meski darahnya menetes sebagai simbol bahwa kulit hitam dalam Islam tidak berarti inferioritas—ini adalah counter myth yang membalik konstruksi ideologis rasial.

Husain juga memberi air kepada pasukan musuh beserta kuda kuda mereka, walau musuh melarang keluarga beliau mengambil air menegaskan prinsip Qur’ani أَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ (Al Qashah 28:77). Tindakannya mendekonstruksi narasi “musuh = kebencian”.

Pengorbanan Ali Akbar, Qāsim bin Ḥasan, dan bayi Ali Asghar merepresentasikan sign yang menyambung Ibrahim Khalilullah—yang rela menyembelih Ismail. Jika Ibrahim adalah tanda iman, Husain adalah aktualisasinya.

Perempuan dan anak—Zaynab, Fatimah, Ruqayyah—berperan sentral sebagai penjaga narasi dari Karbalāʾ ke Kufah dan Syām Mereka menjadikan logika patriarki—perempuan kedua—terbalik, menjadi syiar utama perlawanan.

Seperti Stuart Hall tegaskan dalam Representation, makna diperebutkan. Husain hadir sebagai representasi tandingan terhadap narasi keliru Yazīd yang mengaku representasi Islam. Pernyataannya bahwa beliau keluar untuk reformasi bukan pemberontakan mempertegas bahwa siapa pun seharusnya meniru jejak langkah Al Husain as untuk menjadi Qur’an yang hidup. 

Dalam semiotik, Husain adalah tanda hidup: namanya dan tindakannya (signifier); makna luhur yang dia bawa (signified); dan keseluruhannya membentuk sign: Qur’an yang berjalan.

Di Karbalāʾ kita bukan sekadar menyaksikan tragedi, tetapi membuka tanda-tanda. Husain tak pernah terpisah dari Qur’an, dan Qur’an tak pernah terpisah dari Husain—selama manusia mencari kebenaran, tanda itu terus menyala. 

إِنَّ لِقَتْلِ الحُسَيْنِ حَرَارَةً فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لَا تَبْرُدُ أَبَدًا

Sesungguhnya untuk (peristiwa) terbunuhnya al-Husain, terdapat bara (panas membara) dalam hati orang-orang mukmin yang tidak akan pernah padam selama-lamanya.” (Mustadrak Al-Wasa’il, Juz 10, hal 318) 

Sungguh bara yang tak pernah padam itu adalah tanda (sign) bagi manusia. Tanda yang menunjukkan bahwa selalu ada Jalan Ke Depan menuju Kebenaran dan Keindahan eksistensial sejati. Sungguh , Al Husain adalah Pelita Petunjuk dan Bahtera Keselamatan.

Wa maa taufiiqii illa billah ‘alaihi tawakkaltu wa ilaihi uniib

Arumsari, Asyuro 1447 H

Exit mobile version