Site icon Majulah IJABI

Tidak Ada Ruang Netral

Sumber gambar : https://pin.it/6mqOqP3xZ

Oleh Habib Ali Umar Al-Habsyi, Anggota Dewan Syura IJABI

Ayat-ayat merupakan tambang pelajaran tak terhingga. Kisah-kisahnya pun penuh dengan hikmah dan pembelajaran dalam seluruh dimensi kehidupan beragama dan PAKEM dalam setiap langkah dan sikap. 

Dalam sejarah Islam, yang kemudian diabadikan dalam Al Qur’an Al Karîm, ada dua model pemanfaatan simbol-simbol Agama, yang satu memanfaatkannya demi kepentingan jahat yang deduktif dan menyesatkan. Model kedua adalah pemanfaatan yang tulus dan bertanggung jawab serta bertujuan mulia demi meraih keridhaan Allah dan pahala abadi yang dijanjikan. 

Dalam kisah motivasi pembangunan Masjid yang tentu memiliki nilai sakral dalam Islam dan dibentengi dengan berbagai hukum terkait dengannya, yang semua berbasis pengagungan Rumah Allah sebagai sarana ibadah mendekatkan diri kepada Allah, dalam kisah itu, Al Qur’an menyajikan dua model Masjid; Pertama, Masjid Dhirâr, yang dibangun dan didirikan dengan tujuan menjadikannya media dan basis memerangi dan merusak Islam. Tentu sudah dapat dibaca bahwa pemrakarsa pembangunan masjid itu adalah kaum munafikin, bukan kaum kafir. Agenda di dalamnya juga akan mendukung untuk meloloskan agenda kemunafikan. 

Sementara, model kedua, adalah Masjid yang didirikan dengan dasar ketakwaan dan mencari keridhaan Allah. Penghuni Masjid itu tentu orang-orang yang beriman, bertakwa dan selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan menjauhi dosa dan memohon ampunan atas kekurangan. Mereka orang-orang yang selalu membersihkan diri dari segala bentuk dosa dan maksiat. 

Dari kisah singkat di atas, kita dapat dengan jelas melihat bagaimana Al Qur’an memerintah Nabi saw (dan tentunya juga kaum Muslimin di sepanjang zaman) untuk tidak berdiri di ruang netral. Harus ada sikap dan penyikapan yang jelas dan bertanggung jawab.  Kesakralan Masjid sebagai Simbol Rumah Tuhan tidak boleh dijadikan penghalang pengambilan sikap tegas itu, ketika Masjid sudah dialih fungsikan dari Rumah Ibadah menjadi sarang para penyamun agama yang melakukan aksi jahatnya dengan berkedok Simbol Suci Agama. 

Ayat-ayat di bawah ini sungguh luar biasa dalam memberikan pembelajaran kepada kita semua. 

Dan sebelum melanjutkan sisa ulasan, mari kita baca dan renungkan bersama ayat-ayat Al Qur’an di bawah ini:

وَالَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَّكُفْرًا وَّتَفْرِيْقًا ۢ بَيْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَاِرْصَادًا لِّمَنْ حَارَبَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ مِنْ قَبْلُۗ وَلَيَحْلِفُنَّ اِنْ اَرَدْنَآ اِلَّا الْحُسْنٰىۗ وَاللّٰهُ يَشْهَدُ اِنَّهُمْ لَكٰذِبُوْنَ

(Di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada orang-orang yang beriman), (menyebabkan) kekufuran, memecah belah di antara orang-orang mukmin, dan menunggu kedatangan orang-orang yang sebelumnya telah memerangi Allah dan Rasul-Nya. Mereka dengan pasti bersumpah, “Kami hanya menghendaki kebaikan.” Allah bersaksi bahwa sesungguhnya mereka itu benar-benar pendusta (dalam sumpahnya).

لَا تَقُمْ فِيْهِ اَبَدًاۗ لَمَسْجِدٌ اُسِّسَ عَلَى التَّقْوٰى مِنْ اَوَّلِ يَوْمٍ اَحَقُّ اَنْ تَقُوْمَ فِيْهِۗ فِيْهِ رِجَالٌ يُّحِبُّوْنَ اَنْ يَّتَطَهَّرُوْاۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِيْنَ

Janganlah engkau melaksanakan salat di dalamnya (masjid itu) selama-lamanya. Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama lebih berhak engkau melaksanakan salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang gemar membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang membersihkan diri. (QS. At Taubah; 107-108) 

Tentang Masjid Dhirâr, Al Qur’an menyebut beberapa agenda jahat terselubung yang sedang direncanakan kaum munafikin, yaitu:

Mendirikan masjid, untuk empat tujuan jahat:
1. Dhirâran, menimbulkan bencana (pada orang-orang yang beriman), dari kata inilah penamaan/penyematan status Masjid itu. 
2. Kufran, (menyebabkan) kekufuran, 
3. Tafrîqan, memecah belah di antara orang-orang mukmin, dan 
4. Irshâdan, menunggu kedatangan orang-orang yang sebelumnya telah memerangi Allah dan Rasul-Nya.

Allah SWT melarang Nabi-Nya (dan tentu juga utamanya seluruh kaum Muslimin) untuk berdiri menegakkan shalat di dalamnya sebagai bentuk restu atas pembangunan Masjid Dhirâr itu: Janganlah engkau melaksanakan salat di dalamnya (masjid itu) selama-lamanya.

Sejarah mencatat, bahwa Nabi saw memerintahkan beberapa sahabat beliau untuk mendatangi kampung kaum munafikin itu dan membakar Masjid Dhirâr tersebut. 

Sementara, terkait dengan Masjid yang dibangun dengan semangat keimanan dan ketakwaan, Allah justru menekankan agar Nabi saw menegakkan shalat di dalamnya sebagai bentuk restu dan dukungan atasnya: 

Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama lebih berhak engkau melaksanakan salat di dalamnya. 

Al Qur’an menegaskan bahwa penghuni Masjid tersebut adalah hamba-hamba yang Allah cintai karena mereka adalah kaum Mukmin yang bertakwa dan selalu menjauhi dosa dan maksiat:

 Di dalamnya ada orang-orang yang gemar membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang membersihkan diri.

Dari kisah Al Qur’an di atas menjadi jelas bahwa:

1. Terkadang sebagian musuh memanfaatkan simbol-simbol Agama untuk tujuan merusak Agama dan kaum Muslimin. 
2. Sikap kita harus tegas terhadapnya. Janganlah kesucian simbol menghalangi kita untuk mampu menembus, mengenali tujuan dan rencana busuk mereka yang bersembunyi di balik kesucian simbol. Tidak ada ruang netral dalam menghadapinya. 
3. Kita harus berpihak kepada keimanan, ketakwaan dan kesucian. Dan bahkan kita harus menjadi bagian darinya. Tidak hanya sekedar berpihak saja. 
Akhirul Kalâm

Karbala dan Asyura adakah Kesucian absolut. Fragmen yang disutradarai dan diperankan oleh manusia-manusia suci kekasih Allah. Keridhaan Allah adalah puncak tujuannya. Membersihkan diri demi meraih kesempurnaan adalah cita-citanya. Darah suci sebagai persembahannya. Karena itu, keabadian selalu bersekutu dengannya. Bohonglah yang berkata bahwa Al Husain telah mati. Al Husain tetap dan akan selalu hidup. Masa berganti masa, abad berlalu dan disusul oleh lainnya. Semua berganti, usang dan ditelan zaman, namun Al Husain selalu dan semakin baru.

Keabadian Kenangan Duka Karbala akan selalu dikawal oleh para pecinta Al Husain as yang mendambakan kesucian, ketakwaan dan keridhaan Allah. Majelis-majelis Duka Al Husain as adalah Majelis yang didirikan di atas dasar ketakwaan. Semua terpanggil untuk merapat dan bergabung di dalamnya untuk meratapi Al Husain as, mengenang perjuangan dan pengorbanannya. Dan kita yang bergabung di dalam Majelis-majelis Duka Al Husain as bersama Kafilah Kesedihan dan Ratapan haruslah menjadi manifestasi dari: Di dalamnya ada orang-orang yang gemar membersihkan diri. 

Dengan membersihkan niatan kita dan menghiasnya dengan ketulusan dan keikhlasan, semata mencari ridha Allah, bukan selainnya. Karena sangatlah tidak elok apabila Majelis Duka Husaini dinodai dengan kekeruhan niat dan ketidak-tulusan serta kepentingan-kepentingan selain memuliakan Syi’ar Al Husain as. Agar kita menjadi orang-orang yang sukses membersihkan diri, karena: Allah menyukai orang-orang yang membersihkan diri.

Semoga keberkahan  Majelis-majelis Duka Al Husain as mewangikan jiwa-jiwa kita semua. Âmîn.

Exit mobile version