Uncategorize

Tentang Dunia 

 Oleh Mohammad Adlany, Ph.D. (Anggota Dewan Syura IJABI) 

Dalam khazanah Al-Qur’an dan hadis, pandangan tentang dunia sering tampak kontradiktif. Di satu sisi, dunia dipuji sebagai tempat yang baik dan penuh peluang bagi manusia; di sisi lain, ia dicela sebagai sumber kebinasaan dan tipu daya. Kontradiksi ini, jika dibaca secara parsial, dapat menimbulkan kesalahpahaman terhadap hakikat dunia. Namun, bila keduanya dipahami secara komplementer, akan tampak bahwa pandangan Islam terhadap dunia bersifat dialektis—yakni dunia bukan tujuan, melainkan sarana untuk mencapai kesempurnaan akhirat. 

Dunia sebagai Ladang Amal dan Medan Perdagangan Spiritual 

Pandangan pertama menempatkan dunia sebagai tempat yang baik dan bermanfaat, sebab di dalamnya manusia dapat menanam amal sebagai bekal untuk kehidupan abadi. Dalam sabda Rasulullah saw, “dunia disebut sebagai ladang bagi akhirat” [39]. Dalam khutbah para muttaqin, Imam Ali as bahkan menyebut dunia sebagai medan perdagangan yang menguntungkan yang dimudahkan Tuhan bagi orang beriman [40]. 

Ketika seseorang mencela dunia di hadapan beliau, Imam Ali as menjawab dengan penegasan spiritual yang mendalam: 

iklan

“Wahai hamba dunia yang tertipu olehnya! Dunia adalah rumah kebenaran bagi orang yang bersikap jujur kepadanya; rumah keselamatan bagi orang yang memahaminya; rumah kecukupan bagi orang yang mengambil bekal darinya; dan rumah nasihat bagi orang yang mau menerima pelajaran. Dunia adalah masjid para kekasih Allah, tempat sujud para malaikat, tempat turunnya wahyu, dan pasar perdagangan para wali Allah.” [41] 

Dalam pandangan ini, dunia bukanlah entitas yang jahat atau menyesatkan. Ia merupakan medan ujian, tempat manusia menumbuhkan potensi spiritualnya melalui amal saleh, pengetahuan, dan pelayanan kepada sesama. Dunia menjadi “cermin” di mana manusia dapat menyaksikan keindahan dan kebesaran Sang Pencipta. 

Dunia sebagai Sumber Tipu Daya dan Fitnah 

Namun, di sisi lain, Al-Qur’an dan riwayat juga menggambarkan dunia dengan nada peringatan dan kehati-hatian. Dalam riwayat disebutkan bahwa dunia dapat menjadi ladang keburukan [42], dan bahwa manusia diuji dengannya sebagai bentuk fitnah [43]. Al-Qur’an bahkan menegaskan: 

“Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau.” (QS. Al-Hadīd [57]: 20) [44]. 

Dalam hadis lain, Rasulullah saw bersabda: “Dunia adalah penjara bagi orang beriman.” [45] 

Sedangkan Imam Ali as menggambarkan dunia sebagai tempat penuh angan-angan [46], dan memperingatkan bahwa siapa pun yang menaruh harapan padanya akan tertipu oleh pesonanya [47]. Dunia, kata beliau, “membuat pahit yang manis dan mengeruhkan yang jernih.” [48] 

Beliau juga bersabda: “Dengan apa aku harus menggambarkan rumah yang awalnya kemakmuran dan akhirnya kebinasaan?” [49] 

Lebih lanjut, Imam Ali as mengumpamakan dunia seperti ular—lembut saat disentuh, namun racunnya mematikan [50]. Dalam khutbahnya yang lain, beliau memperingatkan dengan kalimat yang menggugah:  

“Aku memperingatkan kalian terhadap dunia, karena sesungguhnya ia adalah rumah yang penuh perpisahan, tempat yang mencemaskan. Penghuninya adalah orang yang pergi, yang menetap pun akan berpisah. Ia mengguncang penduduknya laksana kapal yang diguncang badai.” [51] 

Pandangan ini menegaskan bahwa dunia, bila dijadikan tujuan hidup, justru akan memperbudak jiwa dan menutup jalan menuju Allah. Ia menggoda manusia dengan kenikmatan sesaat, namun menyembunyikan hakikat kefanaan di balik tabir keindahannya. 

Dunia: Sarana Menuju Kebahagiaan, Bukan Tujuan Akhir 

Dua pandangan tersebut sejatinya tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi. Dunia akan bernilai positif jika digunakan di jalan ketaatan, ibadah, pencarian ilmu, dan pelayanan kemanusiaan. Sebaliknya, dunia menjadi sumber keburukan bila disalahgunakan untuk durhaka, keserakahan, dan kesenangan tanpa arah spiritual. 

Dengan demikian, nilai dunia tidak terletak pada wujud lahiriahnya, tetapi pada cara manusia memperlakukannya. Dunia adalah sarana, bukan tujuan. Ia adalah jalan yang mengantarkan kepada Allah, bukan pengganti Allah itu sendiri. 

Iman dan Kehendak: Kunci Penentu Nilai Dunia 

Dari sisi ontologis, dunia sebagai ciptaan Allah tentu merupakan tanda kebesaran dan ayat-ayat-Nya. Namun secara eksistensial, nilai dunia ditentukan oleh bagaimana manusia memanfaatkannya dalam proses penyempurnaan dirinya. 

Umur panjang, kekuasaan, atau kenikmatan duniawi tidak menjamin kemuliaan spiritual. Unsur penentunya adalah iman dan kehendak sadar manusia dalam mengarahkan hidupnya. Umur hanyalah kesempatan, bukan jaminan pertumbuhan. 

Sejarah menjadi saksi bahwa banyak manusia yang panjang umur dan berlimpah kenikmatan, tetapi hidup dalam kehinaan moral. Sebaliknya, ada pula orang-orang yang singkat umurnya namun mengisi hidupnya dengan cahaya iman dan amal saleh, sehingga menjadi teladan abadi dalam sejarah kemanusiaan. 

Dengan demikian, dunia dalam pandangan Islam tidak dapat dinilai secara hitam-putih. Ia adalah ruang pengabdian bagi orang yang mengenal Allah, dan jebakan bagi mereka yang melupakannya. Dunia bukan untuk dicela, tetapi untuk dimanfaatkan secara arif dan proporsional. Ia adalah madrasah jiwa tempat manusia mengasah akalnya, memperhalus moralnya, dan mendekatkan dirinya kepada Tuhan. 

Dunia menjadi rumah kebenaran bagi yang jujur, dan rumah kebinasaan bagi yang tertipu olehnya. 

Footnote 

[39] ‘Awali al-La’ali, jilid 1, halaman 267, hadis ke-66. 
[40] Khutbah Muttaqin, Nahj al-Balaghah
[41] Nahj al-Balaghah, hadis 131. 
[42] Ghurar al-Hikam, hlm. 142. 
[43] Nahj al-Balaghah, Khutbah 63, hlm. 94. 
[44] QS. Al-Hadīd: 20. 
[45] Al-Kafi, jilid 2, hlm. 250. 
[46] Nahj al-Balaghah, Khutbah 45, hlm. 85. 
[47] Nahj al-Balaghah, Khutbah 178, hlm. 257. 
[48] Nahj al-Balaghah, Khutbah 52, hlm. 89. 
[49] Nahj al-Balaghah, Khutbah 82, hlm. 106. 
[50] Nahj al-Balaghah, Khutbah 68, hlm. 458. 
[51] Nahj al-Balaghah, Khutbah 116, hlm. 310. 

Mohammad Adlany Ph. D.
Dewan Syuro IJABI |  + posts
Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Back to top button