Kegiatan

Kedudukan Lima Pilar IJABI

Oleh : Dr. Muhammad Ashar
(Ketua Departemen Kaderisasi PP IJABI)

Akhir tahun 2017, penggemar film animasi di seluruh dunia bersuka cita dengan release-nya salah satu film animasi terbaik berjudul “Coco“.  Keunikan film ini terletak pada alur cerita yang berisi kebijaksanaan masyarakat Amerika Latin dalam memaknai kehidupan setelah kematian.

Intinya, keselamatan seseorang di alam itu terkait erat dengan mereka yang ditinggalkan. Jiwanya musnah jika ia dilupakan. Keindahan film ini disempurnakan dengan soundtrack filmnya berjudul “Remember Me“.

Kematian seseorang bukanlah akhir segalanya. Kematian yang sesungguhnya adalah keterhubungan. Keterhubungan yang menciptakan kenangan. Kenangan yang menggerakkan. Bukan hanya dia yang ada di alam sana tapi juga kita.

Lima Pilar IJABI -selanjutnya ditulis Lima Pilar- adalah perantara antara kita dengan “dia” yang dirindukan. Lima Pilar adalah lagu Remember Me itu sendiri. Jembatan yang menghubungkan kita dengan dia. Aku menyebutnya; jembatan kerinduan tanpa batas. Namun tidak bermakna romantisme semu. Kerinduan yang menggerakkan. Kerinduan yang revolusioner.

iklan

Lima Pilar adalah sistem nilai yang terejawantahkan ke dalam banyak dimensi. Kelima pilarnya “logically coherent“. Kelima pilarnya merupakan satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan. Tidak hanya koheren tapi terstruktur. Para konseptor ideologi menyebutnya cognitive/affective structure.

Maafkan, jika saya menggambarkannya tidak sederhana. Mungkin terlihat bertele-tele. Tapi anggaplah tulisan ini adalah langkah awal untuk menapaki dan memahami ‘jembatan’ itu.

Lima Pilar Bersifat Rasional dan Tekstual

Kelima elemennya merupakan pengejawantahan perjalanan dan pergulatan keislaman dan keindonesiaan yang bersifat rasional dan tekstual. Hasil abstraksi pengalaman kesejarahan “ia” yang dirindukan. Pandangan dunia yang diwariskan kepada kita.

Lima Pilar Bersifat Koheren dan Integratif

Kelima elemennya merupakan pengejawantahan perjalanan dan pergulatan keislaman dan keindonesiaan yang bersifat rasional dan tekstual. Hasil abstraksi pengalaman kesejarahan “ia” yang dirindukan. Pandangan dunia yang diwariskan kepada kita.

Kelima elemennya tak terpisahkan. Elemennya tidak hanya ditegakkan melalui penjelasan rasional dan tekstual. Namun, Lima Pilarpun memiliki dimensi publik.

Dimensi publik? Makhluk apa itu? Dimensi publik pada prinsipnya adalah dimensi implikatif suatu doktrin. Khususnya implikasi doktrin tersebut di ruang publik. Lima Pilar harus relevan, praktis dan selaras dengan perkembangan zaman.

Lima Pilar Bersifat Spesifik dan Kontekstual

Kelima elemennya adalah relasi dinamis antara keislaman dan keindonesiaan. Keberislaman yang berkultur nusantara. Sebuah aksentuasi keberislaman yang memperhatikan dengan seksama konteks keindonesiaan yang unik. Dasar doktrinernya adalah integrasi Islam-Indonesia. Bukan pemurnian apalagi penentangan. Integrasinya membentang dari aspek intelektual, sosial hingga politik.

Lima Pilar Bersifat Doktriner

Secara organisasional, Lima Pilar adalah doktrin yang mengarahkan pikiran dan tindakan anggota IJABI. Bak rumah, Lima Pilar adalah fondasi. Di atasnya kokoh berkat fondasinya yang kuat. Membongkar fondasinya berarti meruntuhkan segalanya. Kita ditakdirkan ‘menari’ di atas fondasi.

Komponen doktrinal dalam ideologi meliputi dua hal, yakni komponen deskriptif dan preskriptif. Dikukuhkan sebagai pandangan dunia absolut dalam menjelaskan relasi dan problematikan kehidupan keislaman dan keindonesaian adalah komponen deskriptifnya. Menjadi aturan ideal yang memandu pemikiran, perilaku dan kehidupan sosial anggota adalah komponen preskriptifnya.

Lima Pilar Bersifat Faktisitas

Secara sederhana, faktisitas merupakan kondisi yang membatasi kebebasan. Suatu kondisi yang terberi. Kematian adalah faktisitas. Tak ada seorangpun yang bisa menolaknya.

Secara organisatoris, elemen faktisitas bisa ditemukan. Kondisi faktisitasnya berasosiasi dengan elemen ideologi yakni “power over cognition“. Kekuasaan di atas kebebasan berpikir. Terlihat otoritarian? Iya! Namun tanpanya, kesatuan gerak langkah organisasi tidak akan terwujud.

Faktisitas organisasi mensyaratkan legitimasi. Tanpa legitimasi kekuasaan tak bermakna. Lima Pilar IJABI mendapatkan legitimasinya pada Muktamar IJABI 2016 di Asrama Haji Jakarta. Dikukuhkan oleh “ia” yang dirindukan. Sejak itu, Lima Pilar IJABI adalah pembatas kreativitas anggota IJABI.

Kreativitas yang dimungkinkan adalah kreativitas yang tak mendelegitimasi Lima Pilar. Kreativitas yang dimungkinkan adalah kontekstualisasi Lima Pilar. Jadikanlah Lima Pilar sebagai “turos” dalam kehidupan publik para anggota. “Turos” diperkenalkan oleh Hassan Hanafi yang dimaknainya sebagai “world view” (pandangan dunia).

Lima Pilar Bersifat Hirarkial

Secara internal, mirip Pancasila, yang menjadi dasar pembentukan semua aturan organisasi di semua jenjang. Sifat ini berasosiasi dengan elemen ideologi lain yakni “guiding toward actions & evaluation“.  Lima Pilar mengarahkan tindakan dan evaluasi kinerja organisasi.

Lima Pilar Bersifat Kontras

Lima Pilar meneguhkan identitas suatu kelompok. Menjadi ciri yang membedakan. Para filsuf sering menyebut esensi. Kontras Lima Pilar membentuk konsep diri anggotanya. Kontras Lima Pilar mengarahkan tindakan para anggotanya.

Dalam konteks ideologi, sifat kontras mencerminkan watak “relational component“. Komponen relasional terdiri dari dua faktor, yakni identifikasi kelompok (internal) dan diferensiasi outgrup (eksternal). Secara internal, Lima Pilar harus menjadi nilai ideal setiap anggota. Pilihan ideal setiap anggota dalam memahami dan menjelaskan kehidupan keislaman dan keindonesiaan paling ideal. Secara eksternal, Lima Pilar menjadi pembeda. Lima Pilar adalah antitesa. Lima Pilar mengambil jarak dengan gagasan yang bertentangan dengan elemen-elemennya. Misalnya, Lima Pilar adalah ‘musuh’ bagi upaya menegakkan institusionalisasi Islam dalam bentuk negara Islam. Lima Pilar menjadi ‘kawan’ bagi mereka yang menegakkan Pancasila.

Lima Pilar Bersifat “Interest-Based

Lima Pilar pada prinsipnya merupakan instrumen dalam mewartakan kepentingan IJABI. Lima Pilar sangat sepadan dengan suara mereka yang minoritas. Namun Lima Pilar bukan hanya milik kelompok minoritas namun juga milik mereka yang mayoritas. Lima Pilar bagi kelompok mayoritas adalah pengingat untuk berlaku adil dan terukur. Bukankah keberagamaan yang sehat merupakan impian setiap orang?

Terakhir, tulisan ini terinspirasi dari kenangan indah bersama “ia” yang dirindukan, Allahyarham Mahaguru Dr. K.H. Jalaluddin Rakhmat qs, dalam Pelatihan Ideologi yang dilaksanakan oleh IJABI beberapa tahun lalu di Bandung. Setiap tahap kehidupan beliau adalah pelajaran sekaligus menyisakan pertanyaan. Mengapa ia membuat pelatihan ideologi untuk murid-muridnya? Bukankah konsep ideologi adalah konsep yang problematik dan cenderung dipahami negatif? Pelatihan ini dibuat setelah konsep Lima Pilar direstui dan disosialisasikan. Semua pertanyaan ini seperti bahan bakar bagiku untuk menyelami jembatan yang menghubungkan aku dengannya. Akh.. kerinduan itu ternyata indah dan menggerakkan.

Wallâhu ‘alam …
Allâhumma shalli ‘alâ Sayyidina Muhammad wa ‘ala Âli Sayyidina Muhammad.

Dr. Muhammad Ashar
Ketua Departemen Kaderisasi PP IJABI at  |  + posts

Ketua Departemen Kaderisasi PP IJABI

Iklan

Dr. Muhammad Ashar

Ketua Departemen Kaderisasi PP IJABI

Berkaitan

4 Komen

  1. Saya mengenal 5 Pilar IJABI melalui website http://www.ijabi.or.id, juga pernah melihat di seliweran akun-akun IJABI di medsos. Saya kemudian memahami bahwa 5 Pilar IJABI adalah saripati Islam dan keberagamaan, 5 Pilar menghimpun nilai-nilai bagaimana Islam diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Saya berharap 5 Pilar ini bisa dijelaskan secara mendalam oleh guru-guru di IJABI melalui website ini atau media-media yang lain.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button