Hadis

Sayyidah Zainab, Wanita Jenius Bani Hasyim 

Penulis : Salim Muhsin BSA 

Dalam kitab Biharul anwar disebutkan bahwa Imam Ali Zainal Abidin as berkata tentang Bibinya Sayyidah Zainab:  

‎أنتِ بحمدِ اللهِ عالِمَةٌ غيرُ  

‎مُعَلَّمَة، وفهِمَةٌ غيرُ مُفَهَّمَة 

Engkau berkat karunia Allah berilmu tanpa ada yang mengajari dan memahami tanpa ada yang memahamkan. 

iklan

Ungkapan ini menyingkap hakikat keilmuan Sayyidah Zainab as, bahwa pengetahuannya bersumber dari Ladunni Ilahi, bukan hanya dari pembelajaran biasa, tapi ilmu yang dianugerahkan langsung oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya yang menyucikan diri. 

Ayahnya Ali bin Abi talib as sering mengajaknya bicara. Suatu hari Zaenab bertanya kepada ayahandanya, “Apakah engkau mencintai kami, wahai Ayah?”, Imam Ali as menjawab, “Bagaimana aku tidak mencintai kalian, sedangkan kalian adalah buah hatiku.” 

Zainab kecil lalu menimpali dengan penuh pemahaman, “Wahai Ayah, cinta itu hanya untuk Allah Ta‘ala, sedangkan kasih sayang (al-syafaqah) untuk keluarga.” 

Makna Nama  Zainab dan Identitasnya 

Beliau adalah Zainab putri Amirul mukminin Ali as, putri Fatimah az-Zahra as dan cucu perempuan pertama Rasul saw. Beliau lahir di Madinah pada tanggal lima Jumadil ula tahun ke lima dari hijrahnya Rasul saw (05/05-05 H). 

“Zainab “dalam bahasa Arab adalah nama sejenis pohon yang indah penampilannya dan harum wanginya. Karena keindahan maknanya itu, nama ini kemudian digunakan untuk perempuan. 

Ada juga yang berpendapat bahwa nama Zainab berasal dari gabungan dua kata: زين أب” (Zain Ab) yang berarti “perhiasan ayah” dengan pengertian inilah sebagian ulama mengekspresikan makna simbolisnya. 

Fatimah az-Zahra as disebut Ummu Abiha “ibu bagi ayahnya. Sementara Zainab as disebut “Zain Abīha “perhiasan bagi ayahnya”. 

Perbandingan ini sangat indah dan bermakna: Zahra as adalah pelipur lara dan kebahagiaan bagi ayahnya, sedangkan Zainab as adalah keindahan dan hiasan bagi ayahnya. 

Allah memuliakan Zainab sejak lahir. Saat Sayyidah Fatimah az-Zahra as membawa bayinya kepada Imam Ali as untuk diberi nama, beliau berkata, “Aku tak akan mendahului Rasulullah.” Pada saat itu Rasulullah saw sedang dalam perjalanan.  

Ketika Rasulullah kembali dari perjalanannya, beliau pun berkata, “Aku tidak akan mendahului Tuhanku.” Lalu Jibril turun membawa pesan Allah: “Namailah dia Zainab, karena namanya telah tertulis di Lauhul Mahfuz.” Rasulullah pun mencium bayi itu dengan penuh kasih. 

Kehangatan Keluarga 

Keluarga Nabi sangat erat kaitannya antara satu dengan yang lainnya dan penuh kasih sayang, khususnya kepada putri kecil Zainab as. Nabi saw sering menangis setiap kali ia berbicara dengannya. 

Demikian juga, kedua kakaknya Hasan dan Husain as sangat penuh kasih sayang kepada saudari mereka Zainab as. Keterikatan itu tampak jelas dalam banyak peristiwa sepanjang hidup mereka.  

Di antaranya, kisah yang indah ketika Imam Husain as saat masih kecil, melihat saudari tercintanya Zainab as sedang tertidur, sementara sinar matahari mengenainya. Maka beliau berdiri menaungi tubuhnya yang mulia agar melindunginya dari panas matahari. 

Ilmu adalah Sumber Kebaikan 

Ilmu adalah akar dari seluruh kebaikan. Manusia yang paling berharga adalah mereka yang memiliki pengetahuan paling banyak dan manusia yang paling rendah nilainya adalah mereka yang paling sedikit ilmunya.   

Imam Ali as berkata:“Orang bodoh itu mati, walaupun ia hidup.”  

Karena valuenya seseorang itu ilmu dan apa yang ia kuasai dengan baik. 

Ilmu adalah medan perlombaan dan arena persaingan di antara anak-anak manusia. Siapa yang memperoleh bagian lebih banyak darinya, maka dialah yang lebih maju. 

Tidak hanya laki-laki tapi perempuan juga terlibat dalam perlombaan di medan ilmu. Perempuan memiliki kehadiran di sana dan nilainya sama dengan laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah saw: 

“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap laki-laki dan perempuan Muslim. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang menuntut ilmu.” 

Jika kita melihat kebodohan masih bersemayam di banyak kalangan kita, maka itu adalah bukti keterbelakangan dan penyimpangan kita dari petunjuk risalah Rasul saw. 

Macam-Macam Ilmu 

Secara umum, ilmu terbagi menjadi dua: 

1. Ilmu Kasbi (Ilmu yang Diperoleh) 

Ilmu yang didapat melalui proses belajar, membaca, pengalaman dan pengamatan. Ilmu ini penting dan bernilai, namun belum tentu menjamin orang menjadi bijak dan memahami kedalaman spiritualnya. 

2. Ilmu Wahbi (Ilmu Pemberian Ilahi atau Ladunni

Ilmu ini bukan hanya hasil usaha belajar saja, tapi hasil tazkiytun nafs, penyucian jiwa dengan takwa kepada Allah SWT dan selalu memprioritaskan-Nya, sehingga pertimbangan segala sesuatunya adalah menomor satukan Allah. 

Dengan demikian akan mendapatkan anugerah dari Allah berupa ilmu Ladunni  (lmu langsung dari Allah tanpa perantara). Sebagaimana Allah berfirman dialam surat al-Baqarah ayat 282:  

وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ 

“Bertakwalah kepada Allah, niscaya Allah mengajarkan ilmu kepadamu. Dan Allah maha mengetahui segala sesuatu.” 

Orang yang menguasai ilmu keduanya, ia akan lebih bijak, penuh pertimbangan, cermat dan selalu hati-hati dalam bertindak sehingga  setiap langkahnya penuh makna dan bermanfaat. 

Ilmu sejati tidak hanya diperoleh melalui proses belajar dan kemampuan intelektual, tetapi juga melalui ketakwaan yang menjadikan hati terbuka untuk menerima cahaya pengetahuan dari Allah. 

Ketika tokoh besar seperti Ibnu Abbas ra, meriwayatkan hadis dari Sayyidah Zainab as dengan penuh kebanggaan seraya berkata, “Telah menceritakan kepadaku Sang jenius kita  Zainab binti Ali,” maka hal itu cukup menjadi bukti kedudukan tinggi dan keutamaannya dalam bidang ilmu kasbi serta ilmu wahbi

Ketakwaan Sayyidah Zainab as 

Setelah peristiwa Karbala, rombongan tawanan dari keluarga Nabi saw digiring dari Kufah menuju Syam. Dalam perjalanan itu, mereka menempuh jarak jauh dengan penderitaan yang berat, haus, lapar, kelelahan, dan kesedihan yang mendalam. Imam Ali as-Sajjad as menceritakan: 

‎إنَّ عمّتي زينبَ بنت عليّ عليها السلام، مع تلك المصائبِ والمحنِ التي نزلتْ بها في طريقِنا إلى الشام، ما تركتْ نوافلَها الليلية 

“Bibiku Zainab binti Ali as, kendati berbagai musibah dan cobaan yang menimpanya dalam perjalanan menuju Syam, Ia tidak pernah meninggalkan sholat sunnah malamnya” 

Di perjalanan yang gelap dan menyakitkan itu, dalam keadaan ditawan, dengan luka dan air mata. Ketika orang-orang yang beliau cintai telah tiada, Zainab as tetap berdiri di hadapan Allah , menjaga ibadah malamnya, sebagaimana ia melakukannya sebelum musibah.  

Ibadahnya tidak terputus oleh rantai besi yang mengikatnya, keimanannya tidak terguncang oleh cacian dan pukulan, beliau tetap menjaga pengabdiannya kepada Allah SWT. 

Itulah Zainab, perempuan jenius  Bani Hasyim, yang memiliki disiplin ilmu baik kasbi atau wahbi karena ketakwaannya. Beliau mengajarkan kepada kita bahwa ibadah sejatinya tidak bergantung pada keadaan dan bahwa kedekatan kepada Allah adalah sumber kekuatan bahkan di tengah penghinaan dan penderitaan sekalipun. 

Semoga bermanfaat 

Salim Muhsin, M.Pd.
+ posts
Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Back to top button