Bahagia Itu Bukan Soal Punya Apa, Tapi Hidup untuk Apa

Oleh Mohammad Adlany, Ph.D. (Anggota Dewan Syura IJABI)
Di zaman sekarang, kita hidup dalam dunia yang serba cepat dan penuh godaan. Iklan di mana-mana ngajarin kita bahwa kebahagiaan itu ada di luar diri: punya pasangan sempurna, mobil mahal, rumah mewah, atau followers ribuan. Tapi masalahnya, semua itu bisa hilang. Bisa putus, rusak, bangkrut, atau ditinggal. Singkatnya: enggak ada yang benar-benar bisa dijamin.
Albert Einstein pernah mengingatkan kita soal satu hal penting: jangan cuma mencari bahagia dari luar. Cobalah balik ke dalam diri sendiri—cari tahu apa sebenarnya tujuan hidup kita. Soalnya, tujuan hidup itu yang bikin hidup kita terasa berarti. Dia yang memberi arah, memberi semangat, dan jadi alasan kenapa kita tetap bangkit walau lagi jatuh.
Beda sama barang-barang yang bisa rusak atau orang yang bisa pergi, tujuan hidup itu ikut tumbuh bareng jiwa kita. Selama kita masih terhubung dengan tujuan itu—entah itu ingin bantu orang lain, ingin terus belajar, ingin menciptakan sesuatu, atau ingin jadi pribadi yang berguna—kita akan tetap merasa utuh. Bahkan di saat hidup lagi berat-beratnya, kita tahu: kita bangun pagi ini karena ada sesuatu yang layak diperjuangkan.
Bukan berarti Einstein menyuruh kita cuek sama hubungan atau harta benda. Bukan. Dia cuma bilang, jangan jadikan itu sebagai pusat hidup. Orang-orang dan benda-benda bisa jadi bagian dari cerita kita, tapi bukan inti ceritanya.
Kalau kita hidup berlandaskan tujuan, bukan sekadar punya ini-itu, maka kebahagiaan kita jadi lebih kuat. Kita nggak gampang rapuh saat kehilangan, karena hidup kita dibangun di atas alasan yang lebih dalam: untuk apa kita hidup, bukan cuma apa yang kita punya.
