Khazanah

Islam, Kebenaran yang Sempurna dan Komprehensif

Oleh Mohammad Adlany, Ph. D, Anggota Dewan Syura IJABI

Dalam dunia yang dipenuhi beragam agama, keyakinan, ideologi, dan pandangan hidup, setiap orang pasti mencari satu hal yang paling mendasar: kebenaran. Manusia selalu bertanya—siapa aku? Dari mana asal usulku? Untuk apa aku hidup? Dan ke mana aku akan kembali? Pertanyaan-pertanyaan ini bukan sekadar wacana intelektual, melainkan jeritan hati manusia yang merindukan makna dan petunjuk sejati. Dan dalam samudra pencarian itu, Islam hadir sebagai jawaban paripurna—kebenaran yang sempurna dan komprehensif.

Islam bukanlah sekadar agama ritual.

Banyak orang memandang Islam hanya sebagai agama yang mengatur shalat, puasa, dan ibadah lainnya. Padahal, Islam bukan sekadar agama ritual—ia adalah jalan hidup menyeluruh (syamil wa mutakamil) yang merangkul setiap sisi kehidupan: spiritual, sosial, politik, ekonomi, bahkan ekologi. Al-Qur’an menegaskan:

Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) melainkan agar engkau menjelaskan segala sesuatu…” (QS. An-Nahl: 89)

iklan

Artinya, tak ada satupun aspek kehidupan yang luput dari panduan Islam. Ia hadir bukan hanya untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tapi juga hubungan antar manusia, bahkan manusia dengan alam.

Kebenaran Islam bersumber dari Allah Yang Mahatahu.

Kenapa Islam bisa disebut sebagai kebenaran yang sempurna? Karena ia bersumber langsung dari Allah, Sang Maha Mengetahui, Pencipta semesta yang memahami ciptaan-Nya luar dan dalam. Ajaran-Nya tak dilandasi dugaan atau spekulasi, melainkan ilmu yang mutlak benar. Al-Qur’an menyatakan:

Dan tidaklah ucapan (Al-Qur’an) ini dibuat-buat, melainkan ia adalah pembenaran dari wahyu yang sebelumnya dan penjelasan segala sesuatu, serta petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Yusuf: 111)

Dengan kata lain, Islam bukan hasil spekulasi manusia yang terbatas, tapi pancaran wahyu ilahi yang mengarahkan manusia pada keselamatan dunia dan akhirat.

Islam itu ajaran yang komprehensif yang menjawab semua dimensi kehidupan manusia.

Cobalah telusuri ajaran Islam lebih dalam. Kita akan temukan bagaimana ia memberikan: panduan spiritual (seperti ibadah dan dzikir), panduan etika pribadi (seperti kejujuran, kesabaran, dan kasih sayang), panduan sosial (seperti tentang keadilan, hak asasi, dan solidaritas), panduan ekonomi (seperti larangan riba, pentingnya zakat, dan distribusi kekayaan), panduan politik (seperti tentang amanah, musyawarah, dan kepemimpinan adil), dan panduan ekologis (seperti menjaga bumi sebagai amanah).

Tak ada ajaran yang sekomprehensif ini—semuanya terangkai dalam satu sistem yang harmonis.

Islam itu sempurna dalam keseimbangan.

Islam juga menyeimbangkan berbagai sisi manusia: akal dan hati, individu dan masyarakat, dunia dan akhirat. Islam tidak mengajarkan pelarian dari dunia, tapi mengajarkan bagaimana hidup di dunia dengan benar menuju akhirat. Rasulullah saww bersabda:

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)

Artinya, kesalehan dalam Islam bukan hanya urusan pribadi, tapi harus berdampak sosial.

Di zaman modern ini, manusia menghadapi krisis: krisis makna, krisis moral, krisis lingkungan, dan ketimpangan sosial. Banyak yang mencoba mencari solusi dari filsafat, ideologi, atau teknologi, namun tetap saja menyisakan kegelisahan. Di sinilah Islam tampil sebagai jalan tengah yang menyatukan logika, rasionalitas dan spiritualitas, kebebasan dan tanggung jawab, serta keadilan dan kasih sayang.

Islam itu untuk semua manusia dan selama-lamanya.

Islam bukan agama etnis atau bangsa tertentu. Ia adalah rahmat untuk seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Kebenaran Islam tidak akan usang dimakan waktu, karena ia berasal dari Yang Maha Abadi. Ia bukan hanya untuk orang Arab, Indonesia, atau Iran, tapi untuk seluruh umat manusia yang merindukan cahaya.

Bila kita mencari kebenaran yang tak goyah oleh zaman, jalan hidup yang menyeluruh, dan makna yang memberi ketenangan jiwa, maka Islam-lah jawabannya.
Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima darinya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)

Mohammad Adlany Ph. D.
Dewan Syuro IJABI |  + posts
Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Back to top button