Khazanah

Kebenaran, Cahaya yang tak Pernah Padam

Oleh Mohammad Adlany, Ph.D, Anggota Dewan Syura IJABI

Dalam hidup yang penuh hiruk-pikuk dan informasi yang berseliweran ke mana-mana, ada satu hal yang selalu dicari namun sering tersembunyi: kebenaran. Ia bukan sekadar opini atau suara terbanyak. Kebenaran itu seperti cahaya — ia bisa tertutup awan, tapi tidak pernah benar-benar padam.

Bayangkan cahaya matahari di balik mendung. Walau tertutup awan tebal, kita tetap tahu bahwa di baliknya, matahari tetap bersinar. Begitulah kebenaran bekerja. Ia mungkin dilupakan, dikaburkan, bahkan sengaja disembunyikan, tapi ia tak pernah mati. Ia menunggu saatnya untuk kembali bersinar, menerangi jalan bagi siapapun yang mencarinya dengan tulus.

Di zaman sekarang, kita sering menyamakan kebenaran dengan fakta. Padahal, fakta bisa saja dingin dan kaku — hanya data tanpa makna. Kebenaran lebih dalam dari itu. Ia menyentuh hati dan memberi arah. Kebenaran bukan hanya soal apa yang benar, tapi juga tentang mengapa itu penting bagi hidup kita.

Misalnya, menyebut air itu H₂O adalah fakta. Tapi ketika kita sadar bahwa air adalah sumber kehidupan yang harus dijaga dan tidak disia-siakan — itulah kebenaran. Ia menyentuh sisi batin dan menyadarkan kita untuk bertindak bijak.

iklan

Setiap manusia sebenarnya dibekali “kompas batin” — semacam cahaya kecil di dalam hati yang bisa membedakan mana yang lurus dan mana yang menyimpang. Hati yang jujur, pikiran yang terbuka, dan niat yang tulus adalah modal utama untuk mendekati kebenaran. Sayangnya, dalam dunia yang penuh godaan, suara hati ini sering dibisukan oleh ego, ambisi, atau tekanan sosial.

Namun, cahaya itu tetap ada. Kadang kecil, nyaris padam, tapi tidak pernah benar-benar hilang. Ia bisa kembali bersinar ketika seseorang mau berhenti sejenak, menepi dari hiruk-pikuk dunia, lalu bertanya dalam hati: “Apa yang sebenarnya benar?”

Kebohongan bisa tampak gemerlap, bisa viral, bisa menguasai opini publik. Tapi semua itu sifatnya sementara. Seperti kembang api yang terang sesaat lalu hilang ditelan gelap. Sementara kebenaran, meski lama tersembunyi, akan selalu menemukan jalannya untuk muncul. Ia seperti mata air yang meski tertimbun, suatu saat akan muncul dan menyegarkan siapapun yang menemukannya.

Dalam sejarah, banyak orang benar yang disalahkan, dibungkam, bahkan disingkirkan. Tapi lihatlah bagaimana cahaya kebenaran yang mereka bawa tetap menyala dalam hati umat manusia — bahkan berabad-abad setelah mereka tiada. Socrates, Nabi-nabi, pemikir besar, para pejuang keadilan — semua membawa cahaya yang terus memancar.

Kita semua bisa memilih: menjadi bagian dari kegelapan, atau menjadi penjaga cahaya. Tak perlu menjadi besar untuk melakukannya. Mulailah dari hal kecil: berkata jujur meski berat, membela yang benar meski sendiri, tidak mengikuti arus hanya demi aman. Karena setiap tindakan kecil yang dilandasi kebenaran adalah nyala lilin dalam gelap.

Dan satu lilin saja, dalam ruang gelap, cukup untuk menunjukkan jalan.

Cahaya itu abadi. Kebenaran bukan milik golongan, bukan milik mayoritas, bukan milik siapa yang paling keras bersuara. Ia milik siapa saja yang dengan jujur mencarinya dan dengan berani menjaganya. Seperti cahaya, kebenaran tak bisa padam. Ia hanya menunggu kita untuk kembali membuka mata, hati, dan pikiran.

Karena pada akhirnya, hanya cahaya kebenaran yang akan menuntun kita pulang.

Mohammad Adlany Ph. D.
Dewan Syuro IJABI |  + posts
Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Back to top button