Sebuah Doktrin Mazhab Yang Membentuk Akidah.
Oleh Habib Ali Umar Al Habsyi (Anggota Dewan Syura IJABI)
Dalam Mazhab Ahlu Sunnah, ada sebuah doktrin yang kemudian menjadi dasar dari lahirnya pola pikir dan banyak keyakinan, yang mengikat para penganutnya, sehingga tidak mudah bagi seseorang ulama (yang alim) sekali pun apalagi yang awam atau setengah awam untuk keluar dari jeratannya, kecuali dengan keberanian dan kebebasan berpikir penuh resiko dan “memberontak” dari tradisi kemadzhaban.
Di antara doktrin membelenggu itu adalah: Bahwa seluruh hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dalam kedua kitab Shahîh-nya adalah Shahîh dan memiliki kekuatan hujjah. Bahkan telah didoktrinkan bahwa kitab Shahîh Bukhari adalah kitab ter-shahih setelah Kitab Suci Terakhir umat manusia, yaitu Al Qur’an Al Karim.
Penegasan demi penegasan -yang tidak jarang diiringi dengan edisi demi edisi teror, intimidasi dan ancaman bagi yang tidak mengimaninya- yang diluncurkan para ulama Ahlu Sunnah telah mengukir akidah bahwa memang demikianlah yang harus diimani. Dan seperti itu Allah turunkan Agama Penutupnya. Mengimani keshahihan seluruh isi kitab Shahîh Bukhari adalah bagian dari Agama. Bahkan keberagamaan dan keimanan setiap Muslim harus dibangun di atasnya. Sehingga tidak tersisa ruang untuk mempertanyakan sejuah mana kebenarannya. Atau meragukan apalagi menolaknya.
Akibat dari semua itu, tidak jarang terbentuk keyakinan-keyakinan aneh dan menyimpang tentang Tuhan dan sifat-sifat-Nya. Atau tentang Nabi Muhammad saw, dan kesucian serta keagungannya. Juga tentang para nabi as sebelum beliau saw.
Sehingga kritik apapun atas hadis-hadis yang menyajikan hal-hal seperti itu akan dihadapkan kepada doktrin yang telah dibangun, yaitu: Berani-beraninya kamu mengkritiknya?! Hadits tentangnya telah di-shahihkan Bukhari dalam kitab Shahîh nya yang telah talaqqathul ummatu bil qabûl diterima para tokoh ulama panutan umat sepanjang masa!
Padahal, sejatinya, itu hanya sebuah doktrin yang masih butuh diuji keshahihannya. Apakah benar demikian? Apakah benar bahwa seluruh umat Islam -bahkan di internal Ahlu Sunnah sendiri- sepanjang masa telah beraklamasi menerimanya?!
Pendek kata, semangat kritis ilmiah benar-benar telah disembelih dengan pisau doktrin di atas.
Dalam kesempatan ini saya tidak bermaksud menyebutkan berbagai contoh kasus tentangnya. Hanya saya cukupkan menyebut kasus hadits: Bahwa Nabi saw telah tersihir oleh seorang Yahudi, sampai-sampai beliau -wal ‘iyádzu billâh- tak menyadari apa yang telah beliau perbuat. Dan pengaruh sihir itu menguasai Nabi saw dalam waktu yang tidak sebentar. Hadits tentangnya yang telah diriwayatkan Bukhari dalam kitab Shahîh-nya telah membentuk sebuah keyakinan yang membahayakan keimanan kepada kesucian dan kesakralan Nubuwwah, kenabian Baginda Nabi saw.
Contoh lain adalah hadis-hadis yang menyebutkan bahwa Baginda Nabi saw hanya mengisi waktu-waktu malamnya dengan menggilir sembilan istri-istri beliau saw. Dan anehnya, kebiasaan itu telah viral sehingga para sahabat beliau tahu persis, bahkan hingga detail-detailnya termasuk bahwa dalam menggilir istri-istri beliau, beliau hanya sekali mandi jenabat/mandi besar.
Sungguh luar biasa laporan mereka.
Ini hanya secuil dari ratusan hadis yang memberi kesan pelecehan atas kesucian Baginda Nabi saw.
Sekali lagi doktrin itu yang menjadi benteng tangguh yang membuat jiwa kritis menjadi minder dan kepekaan akan kesucian Nabi saw menjadi korban pertamanya.





Luar biasa. Benar sekali. Doktrin ini sudah seperti akidah yg mengikat, jika mengkritisi 1 atau 2 hadis saja dalam sahih buhari atau muslim, maka bisa jadi kita disebut bukan Muslim atau kafir. Apalagi sampai kita bilang hadis palsu. Intinya mereka ngk mau keluar dari zona nyaman. Ana yakin ayat tentang Ahlul Kitab Ali ‘Imran ayat 69 tdk hanya berlaku buat orang terdahulu, tp bisa jadi berlaku buat mereka sekarang para ulama yang tahu, tapi mengingkari apalagi menyesatkan. Syukron.