Khazanah

Mengapa Syi’ah Ngotot Melestarikan, Sepanjang Masa; Tradisi Meratapi Al Husain as?

Bagian 3

Oleh : Habib Ali Umar Al-Habsyi, Anggota Dewan Syura IJABI

Motivasi Ketiga: Setia Melaksanakan Arahan  dan Bimbingan Para Imam Suci Ahlulbait as.

Selain Dua alasan yang telah disebutkan sebelumnya (Artikel Bag. 1 & 2), kaum Muslim Syi’ah memandang Tragedi Karbala dengan ‘Kacamata Ahlulbait Nabi as. ‘ bahwa ia adalah Garis Pemisah antara Gerakan Perbaikan (Mashlahat) dan Perusakan (Mafsadat), Hidayat Allah dan kesesatan.  Ia bukan sekedar Tragedi berdarah yang pernah tertumpah pada masa lalu dan berakhir dengan berlalunya masa. Ia adalah Tragedi Poros penentu dalam perjalanan Dakwah para Nabi dan Rasul utusan Allah yang berperan dalam menentukan arah, identitas dan masa depan umat Islam, bahkan umat manusia di sepanjang masa hingga hari kiamat tiba. 

Karena itu, Para Imam Suci dari Ahlulbait Nabi as selalu menganjurkan dan memerintahkan agar para Syi’ah mereka senantiasa menghidupkan Hari-hari Duka Karbala untuk mengabadikan Mega Tragedi yang menimpa Al Husain as dan Keluarga Suci Nabi saw. dengan menggelar majelis-majelis duka dan ratapan yang dengannya Misi Agung Karbala dan perjuangan Al Husain as akan selalu hadir dalam ingatan, jiwa, perasaan dan kesadaran umat. 

Telah diriwayatkan dari Imam Ja’far as, beliau berkata kepada seorang sahabat setia beliau bernama Fudhail:

iklan

تجلسون وتحدثون؟  قال: نعم جعلت فداك، قال: إن تلك المجالس أحبها، فأحيوا أمرنا يا فضيل، فرحم الله من أحيا أمرنا، يا فضيل!

“Hai Fudhail, apakah kalian selalu duduk bersama dan berbincang-bincang (tentang Duka Karbala)?”
Fudhail menjawab, ‘Benar Tuanku, semoga aku dijadikan tebusan untuk keselamatan dirimu.”
Imam as melanjutkan, “Sungguh itu adalah majelis-majelis yang aku sukai. Maka hidupkan perkara/urusan (ajaran) kami Hai Fudhail. Hai Fudhail, semoga Allah merahmati orang yang menghidupkan perkara kami.

Setelahnya, beliau as melanjutkan:

من ذكرنا أو ذكرنا عنده فخرج من عينه مثل جناح الذباب غفر الله له ذنوبه ولو كان أكثر من زبد البحر.

Siapa yang mengingat/menyebut kami (Ahlulbait Nabi saw) atau kami  disebutkan di hadapannya lalu menetes dari kelopak matanya air mata walau sekecil satu sayap lalat, niscaya Allah menghapus untuknya dosa-dosanya walaupun lebih banyak dari buih di lautan.

(Qurbu Al Isnâd; Al Qummi: 36, hadis serupa juga ada dalam Tsawābul A’mâl; Ash Shadûq: 187 dari Bakr bin Muhammad Al Azdi) 

Jika setiap pengikut mazhab atau aliran tertentu berhak dan sah-sah saja mengikuti arahan, bimbingan dan ajaran pendiri atau panutannya, lalu apa alasan kaum Muslim Syi’ah harus dipersalahkan karena mengikuti bimbingan dan arahan bahkan perintah para Imam Suci dari Keluarga Nabi as?! 

Dalam sindiran ahli disiplin ilmu Nahwu: Mengapakah huruf bâ’ Anda me-majrur-kan kata benda (sehingga dibaca kasroh) sementara huruf bâ’ kami tidak boleh berfungsi yang sama/Bâuka tajurru wa Bâi la tajurru.

Adilkah yang demikian itu?

Kalau pun panutan sebagian orang menganjurkan berpesta dan merayakan kemenangan Yazid atas Cucu Tercinta Nabi as, itu hak mereka untuk merayakannya. Toh kelak di akhirat, semua umat manusia akan dikumpulkan bersama Imam, panutannya.

(Bersambung Insya Allah)

Habib Ali Umar Al-Habsyi
+ posts
Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Back to top button