Politisasi Kisah Wafat Nabi Saw.

Oleh Habib Ali Umar Al Habsyi (Anggota Dewan Syura IJABI)
Seperti fragmen-fragmen sejarah Nabi saw dan lainnya, fragmen kisah wafat Nabi saw. telah dipolitisasi untuk kepentingan-kepentingan tertentu yang tidak asing bagi para pengamat. Fakta seperti ini meniscayakan para peneliti Sejarah Nabi saw. harus serius dalam meneliti setiap dokumen yang dilaporkan tentangnya.
Dokumen-dokumen seputar kisah wafat Nabi saw; hari-hari terakhir, detik-detik wafat, dan berbagai peristiwa setelahnya juga termasuk yang harus diteliti, mengingat ada kecurigaan bahwa ada politisasi terhadapnya.
Dalam kesempatan kali ini, kita akan membongkar sebuah fraghmen kisah tentang di mana Nabi saw harus dikebumikan?
Para Sahabat Berselisih Di Mana Nabi Saw Harus Dikebumikan?
Pertama-tama yang akan bermunculan di hadapan para pengkaji adalah riwayat-riwayat dan pernyataan para sejarawan Islam yang mengatakan bahwa setelah memastikan secara medis bahwa Nabi saw. benar-benar telah wafat, para sahabat tidak tahu di mana jasad suci Nabi saw harus dimakamkan? Mereka tidak memiliki pentunjuk apapun tentangnya.
Suyûthi dalam kitab Târîkh al Khulafâ’ berkata: Ketika Rasulullah saw wafat, kaum munafik menampakkan diri, kaum Arab murtad, kaum Anshar mengambil sikap sendiri. Dan mereka [para sahabat] berselisih, di mana Rasulullah saw, harus dikebumikan. Dan tidak seorang pun dari mereka memiliki petunjuk tentang hal itu.
[Târîkh al Khulafâ’:68.]Para Sahabat Nabi Berselisih
Tentang di mana Nabi saw. harus dimakamkan, ternyata para sahabat Nabi saw. Tidak memiliki petunjuk tentangnya.
* Sebagian dari kaum Muhajirin dan penduduk Mekkah agar Nabi saw dimakamkan di Mekkah, kota kelahiran beliau. [Târîkh Mukhtashar ad Duwal; Ibnu Arabi:95 dan Târîkh al Khulafâ’:68.]
* Kaum Anshar dan penduduk Madinah menginginkan agar beliau dimakamkan di Madinah, kota Hijrah dan kejayaan beliau. [Târîkh Mukhtashar ad Duwal; Ibnu Arabi:95.]
* Sekelompk berpendapat agar Nabi saw. Dimakamkan di Baitul Maqdis/Pelestina, sebab di sana tempat dimakamkannya para nabi as. [Akhbâr ad Duwal; Al Qirmâni,1/270, Târîkh Mukhtashar ad Duwal; Ibnu Arabi:95 dan Târîkh al Khulafâ’:68.]
* Ada yang berpendapat agar dimakamkan di Masjid beliau. [Mishbâh az Zujâjah,2/57.]
* Ada yang berpendapat agar dimakamkan di pekuburan umum di Baqî’. [Akhbâr ad Duwal; Al Qirmâni,1/270 dan Târîkh al Khulafâ’:68.]
Lalu kemudian bersepakat untuk mengebumikan Nabi saw. di kamar di mana beliau wafat.
[Akhbâr ad Duwal; Al Qirmâni,1/270, Târîkh Mukhtashar ad Duwal; Ibnu Arabi:95 dan Târîkh al Khulafâ’:68.]Anda Berhak Heran dan Kecewa.
Anda berhak bertanya-tanya keheranan membaca laporan para ulama di atas, dan sekaligus merasakan kekecewaan bagaimana para sahabat itu berselisih di mana Nabi saw mereka harus dimakamkan? Perselisihan yang sungguh mengherankan. Padahal Nabi saw, tidak mati mendadak. Justeru jauh hari dan bahkan hingga hari-hari terakhir, beliau telah mengabarkan bahwa ajalnya telah dekat. Wasiat-demi wasiat perpisahan pun telah beliau sampaikan.
Mungkinkah memang terjadi perselisihan di kalangan para sahabat Anshar dan Muhajirin tentang di mana Nabi saw. harus dikebumikan? Jika dalam masalah ini saja mereka berselisih, lalu bagaimana dengan masalah-masalah lain yang tidak kalah seriusnya dalam Agama dan keumatan.
Laporan dalam riwayat di atas betatapun ia mengundang berbagai pertanyaan dan keingintahuan tentang hakikat sebenarnya yang terjadi di saat wafat Nabi saw, namun yang patut diacungi jempol adalah bahwa ia dilaporkan dengan profesional demi sebuah tujuan yang jelas.
Anda berhak bertanya-tanya:
A. Mengapa Nabi saw. membiarkan para sahabat tanpa petunjuk tentang bagaimana merawat jenazah beliau hingga prosesi pemakamannya? Paling tidak demi menghindarkan perselisihan di antara para sahabat. Dan apabila Nabi saw. telah memberikan petunjuk yang jelas, maka perselisihan itu rasa-rasanya tidak perlu. Dan ia patut dicurigai.
B. Anda juga berhak terheran-heran, apa sebanarnya yang mendorong sebagian sahabat untuk menguburkan Nabi saw. di Palestina, negeri yang jauh dari keluarga dan para sahabatnya? Seakan beliau ini nabi dari bani Israil.
C. Dan yang aneh lagi mengherankan, di mana keluarga Nabi saw.? Di Mana Ali, Abbas, Fatimah? Di mana Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib.
Mengapa dokumen-dokumen resmi itu sengaja menghilangkan sebutan apalagi peran mereka. Seakan Nabi Muhammad bin Abdillah bukan dari bangsa Arab. Bukan dari Bani Hasyim dan beliau hidup sebatang kara tidak memiliki keluarga.
D. Apa yang menjadikan para sahabat kemudian bersepakat untuk mengebumikan Nabi saw. di kamar tempat beliau wafat? Apakah ada wahyu yang mereka terima? Atau ada seorang dari mereka yang mendominasi pendapat dengan memonopoli petunjuk khusus dari Nabi saw. yang kemudian mengakhiri perdebatan seru mereka?
Di sinilah penting kisah di atas yang dirangkum dalam naskah skenario yang apik dan rapi untuk menggiring opini.
Hanya Abu Bakar Yang Memiliki Petunjuk Khusus Di Mana Nabi Saw. Harus Dimakamkan.
Suyûthi dan yang lainnya kemudian melanjutkan keterangannya bahwa perselisihan itu diakhiri dengan pemberitahuan Abu Bakar bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Setiap nabi akan dikebumikan di tempat ia diwafatkan.” Maka mereka sepakat bahwa Nabi saw dimakamkan di kamar beliau saw.
[Târîkh al Khulafâ’:68.]Riwayat dalam laporan Suyûthi yang dirancang dengan rapi di atas ingin mengatakan kepada kita bahwa:
[A] Riwayat itu ingin menampilkan Abu Bakar sebagai Tokoh yang datang di waktu yang tepat dengan solusi jitu yang super tepat dan akurat yang mampu mengakhiri perslisihan seru para sahabat Nabi saw. [B] Hanya Abu Bakar yang memiliki informasi khusus dari Nabi saw dalam hal itu. Tidak seorang pun dari sahabat Nabi saw. tidak terkecuali Ali, Fatimah dan Ahlulbait serta Bani Hasyim yang dipercaya untuk dititipi berita langit ini. Semua mereka tidak layak. Dan hanya Abu Bakar seorang lah yang dipilih Pihak Langit untuk mengemban amanat Ilahi ini.Tentu Anda berhak bertanya-tanya sejauh mana kebenaran klaim monopoli sabda suci ini. Klaim monopoli ini bukti bukti yang mendukungnya. Dan sepertiya tidak mudah untuk dihadirkan. Justeru sebaliknya yang terdukung.
[C] Ucapan Abu Bakar: “Aku mendengar Nabi saw. bersabda: ‘Setiap nabi akan dikebumikan di tempat ia diwafatkan.’ Tidak mendukung klaim monopoli itu. Karena arti: “Aku mendengar” tidak dengan sendirinya berkonotasi bahwa sabda Nabi saw itu disampaikan secara rahasia hanya untuk Abu Bakar seorang. Bisa saja yang lainnya juga mendengar sabda itu dari Nabi saw berbeda seandainya Abu Bakar berkata: “Nabi saw mengabarkan kepadaku.” Atau “Nabi saw. bersabda kepadaku.”redaksi seperti itu lebih tepat menunjukkan makna monopoli informasi. Bahwa Abu Bakar memang dikhususkan dengan amanat petunjuk itu. [D] Anehnya, para ulama Ahlusunnah menggolongkan sabda Nabi saw. yang dibawakan Abu Bakar tergolong hadis tunggal, yang hanya diriwayatkan oleh seorang sabahat, karena memang yang lainnya tidak pernah mendengarnya dari Nabi saw. persis dengan kasus hadis yang dirawikan Abu Bakar bahwa para nabi tidak mewariskan, semua harta warisannya adalah menjadi sedekah.Terlepas dari diskusi teknis tentang kelemahan kisah monopoli Abu Bakar tentang di mana Nabi saw harus dikebumikan, yang pasti tidak mudah kisah itu diterima. Nuansa politisnya terlalu kentara, sebab sah-sah saja Anda bertanya: Di mana Abu Bakar di saat Nabi saw wafat dan saat hendak dikebumikan?
Pertanyaan yang mungkin terlihat aneh dan boleh jadi tidak pernah terlintas dalam pikiran banyak orang. Tetapi ini pertanyaan yang sah dan mendesak untuk segera dijawab.
Dokumen-dokumen pemakaman jenazah suci Nabi saw. melaporkan bahwa Abu Bakar tidak hadir dalam prosesi pemakaman Baginda Nabi Mulia Muhammad saw. Bahkan Aisyah pun tidak mengatahui pemakaman itu kecuali dari suara cangkul yang meratakan tanah ke atas pusara Nabi saw. demikian dilaporkan Ibnu Hisyâm dalam Sîrâh-nya.
Aisyah berkata: “Kami tidak megatahui pemakaman Nabi saw, sehingga kami mendengar suara cangkul-cangkulan di tengah malam; Malam Rabo.”
[Sîrâh Ibnu Hisyâm,4/1078, Musnad Ahmad,6/62 dan 242, Sunan al Baihaqi,3/409, Naulul Authâr; asy Syaukâni,4/137 dan banyak sumber terpercaya lain.]Riwayat Ibnu Abi Syaibah –Guru Imam Bukhari- di bawah ini sangat jelas dan tegas mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar tidak menghadiri prosesi pemakaman Nabi saw.: “Abu Bakar dan Umar tidak menghadiri pemakaman Nabi saw. Mereka berdua berada di kalangan kaum Anshar. Maka Nabi saw telah dimakamkan sebelum mereka berdua kembali.”
[Al Mushannaf; Ibnu Abi Syaibah,7/432. Terbitan Maktabah ar Rasyîd – Riyadh/Arab Saudi dan 8/572 dalam terbitan Dâr al Fikr-Beirut/Lebanon]Jika demikian kenyataannya, lalu sebenarnya kapan terjadi perdebatan di antara sabahat Anshar dan Muhajirin tentang di mana Nabi saw harus dimakamkan?
Kenyataan yang tidak banyak diketahui kaum Muslimin, atau sengaja memang dirahasiakan agar kaum Muslimin tidak mengatahuinya adalah bahwa jenazah suci Nabi saw dirawat oleh Ahlubait, keluarga Nabi saw. Mereka yang memandikan, mereka yang mengkafani dan hanya sedikit sahabat Nabi saw. yag meyalati dan berduka bersama keluarga Nabi saw. atas musibah akbar yang menimpa alam semesta dengan wafatnya Sang Nabi Rahmatan Lil ‘Âlamîn Muhammad saw.
Ali bin Abi Thalib as lah yang telah menjelaskan kepada para sahabat yang melayat ke rumah duka Nabi saw. Tentang semua yang harus dilakukan terhadap jasad suci Rasulullah saw mulai dari prosesi memandikan hingga pemakaman.
