BlogKhazanah

Catatan Kecil Kunjungan PP IJABI ke Surakarta

Tanggal 3 Mei 2025 lalu, Departemen Hukum PP IJABI melakukan kegiatan pengabdian masyarakat bekerjasama dengan Mangkunegaran dalam bentuk pelatihan Hukum Ekonomi Syariah. Pelatihan diikuti oleh para pihak dari akademisi dan praktisi serta perwakilan Mangkunegaran. Sambutan pihak Mangkunegaran amat baik dan menyenangkan. Terimakasih serta penghargaan yang tinggi atas perkenan KGPAA Mangkunegara X dalam kerjasama tersebut. Acara dilangsungkan di salah satu bagian dari Pura Mangkunegara yang bernama Prangwedanan. Prangwedanan adalah rumah yang diperuntukkan bagi calon raja. Selain menjadi tempat tinggal calon raja, Prangwedanan juga menjadi tempat pendidikan calon raja serta tempat tinggal para pengajarnya.

Kota Surakarta atau dikenal juga dengan nama Solo, merupakan kota yang penuh dengan peninggalan sejarah. Saya menyempatkan diri menziarahi beberapa situs bersejarah di kota Solo.

Masjid Laweyan

Masjid Laweyan dianggap sebagai masjid tertua di daerah Surakarta. Dibangun pada sekitar tahun 1550, pada masa Kesultanan Pajang. Sejarahnya di awali dengan keberadaan pandita Hindu Kyai Ageng Beluk di daerah tersebut. Beliau memiliki murid-murid dan mendirikan pesanggrahan di tepi sungai. Kemudian datang pula seorang Muslim bernama Kyai Ageng Ngenis atau Kyai Ageng Anis. Singkat cerita, mereka berdua bersahabat. Jika tiba waktu salat, Kyai Ageng Ngenis suka menumpang salat di pesanggrahan Kyai Ageng Beluk. Hingga akhirnya Kyai Ageng Beluk memeluk Islam dan menghibahkan pesanggrahannya utuk Kyai Ageng Ngenis, yang kemudian menjadikan pesanggrahan tersebut sebagai masjid sekaligus tempat belajar Islam bagi murid-muridnya.  

Kiai Ageng Ngenis memiliki putra yang bernama Ki Ageng Pemanahan, yang kelak merupakan pendiri Kesultanan Mataram.    

iklan

Masjid Jami’ Assagaf 

Di daerah Pasar Kliwon, terdapat masjid tua bernama Masjid Jami’ Assagaf. Dibangun pada 1920an oleh Sayyid Abu Bakar Assegaf, seorang tokoh dari Gresik Jawa Timur yang datang ke Solo untuk mengunjungi kerabatnya. Saat itu, Keraton Kasunanan Surakarta masih dibawah pimpinan Pakubuwono X. Suatu hari, seorang kerabat raja mengalami sakit dan Habib Abu Bakar Assegaf dimintai untuk mendoakan kesembuhannya. Lalu Pakubuwono X memberikan sebidang tanah sebagai tanda terimakasih dan hadiah untuk Habib Abu Bakar. Di lahan tersebut dibangun Masjid Jami’ Assegaf. Dari perbincangan dengan jamaah, saya peroleh keterangan bahwa Pak (sayyid) Hadad Alwi serta Pak (sayyid) Haidar Bagir juga berasal dari daerah ini. Masjid Jami’ Assagaf juga membentuk karakter kedua tokoh nasional tersebut. Seorang yang saya temui, menyebut Pak Haidar Bagir dengan sebutan “superman” alias “S”. Saya yang tidak paham maksudnya, hanya senyum saja. Lalu dia menyambung, “S” bisa diartikan “Syi’i”. Saya menimpali, juga bisa “Sunni”. Kemudian dia meralat, maksudnya adalah pak Haidar Bagir itu orang serba bisa, tangannya dingin mengurus suatu yang berantakan menjadi rapi teratur. Saya tergelak mendengar penjelasan Bapak itu.

Sayyid Habib Abu Bakar Assagaf pengasas Masjid Jami’ Assagaf dilahirkan di daerah Besuki, Situbondo pada 1285 H/ 1869 M.  Ayahnya, seorang ulama yang hijrah dari Hadramaut ke Besuki, Situbondo, dan memindahkan semua anggota keluarganya ke Gresik hingga akhirnya meninggal di kota tersebut. Ketika ayahnya wafat, Sayyid Abubakar Assagaf berusia 8 tahun. Kemudian nenek beliau meminta cucunya itu kembali ke Hadramaut untuk belajar.  Setelah menimba ilmu di Hadramaut, pada umur 17 tahun beliau kembali ke Gresik. Pada usia 20 tahun, beliau beruzlah (mengasingkan diri khusus untuk beribadah khas) selama 15 tahun. Akhirnya, salah seorang guru beliau, Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi, memerintahkannya untuk mengakhiri masa khalwat, mengajaknya berkeliling mengunjungi ulama-ulama lain dan mengajaknya pindah Surabaya. Sepulangnya dari Surabaya, Habib Abu Bakar Assagaf mulai mengajar masyarakat.

Bangunan asli Masjid Jami’ Assagaf, masih dapat terlihat di bagian dalamnya. Bagian luar serta samping merupakan bangunan baru yang ditambahkan belakangan.

Masjid Jami’ Ar-Riyadh.

Kaum Muslimin Nusantara, tentunya tidak asing dengan pembacaan kitab maulid Simthudduror karya  ‘Allamah Habib Ali bin Muhammad bin Husein
Al-Habsyi. Beliau adalah ulama dari Tarim, Hadramaut, Yaman. Wafat pada tahun 1913. Masjid Jami’ Ar-Riyadh ini ada kaitannya dengan Habib Ali al Habsyi tersebut. Putra bungsu beliau, Habib Alwi bin Ali al Habsyi pindah ke tanah Jawi. Awalnya ke Palembang, lalu ke tanah Betawi, lalu ke Garut, lalu ke Semarang dan kemudian ke Solo. Di Solo beliau menyelesaikan pembangunan Masjid Jami’ Ar-Riyadh pada tahun 1355 H/ 1936 M. Masjid Jami’ Ar-Riyadh dibangun di atas tanah wakaf dari Habib Muhammad Al-Aydrus, seorang juragan tenun di Solo, di Kampung Gurawan. Nama Masjid Jami’ itu mengambil nama yang sama dengan Masjid Ar Riyadh di kota Seiwun, Hadramaut yang dibangun oleh ayahnya. Di komplek Masjid Jami’ Ar Riyadh terdapat zawiyah – tempat khusus berzikir, yang kemudian disampingnya dimakamkan Habib Alwi bin Ali al Habsyi, Habib Anis bin Alwi bin Ali Al Habsyi dan Habib Ahmad bin Alwi bin Ali Al Habsyi. Bangunan masjid serta zawiyah awal masih dapat disaksikan. Namun bagian selebihnya merupakan bangunan baru yang ditambahkan kemudian.

Di atas pintu masuk masjid, terdapat tulisan angka ﺍﺍ. / 110. Awalnya saya juga tidak tahu apa maksudnya. Setelah bertanya-tanya, konon angka 110 itu merupakan bobot nilai huruf hijaiyyah yang merangkai nama “ALI”. Katanya, huruf-huruf hiyaiyyah itu memiliki bobot nilai masing-masing. Huruf  ﻉ, ﻝ   dan  ﻱ jika dijumlahkan akan menjadi 110.

Setiap bulan Rabiul Akhir, diadakan Haul Habib Ali Al Habsyi, yang sudah berlangsung hingga ke 113 kali, dihadiri ratusan ribu jamaah dari berbagai tempat.

Masjid Ageng Kraton Surakarta Hadiningrat

Masjid Agung Kraton Surakarta Hadiningrat dibangun oleh Sunan Pakubuwono III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768, sebagaimana tertera pada prasasti yang terdapat di dinding luar ruangan utama masjid. Bangunan masjid ini masih asli, terdiri dari ruang dalam salat serta serambi yang luas. Masjid ini memiliki beberapa pendopo di halaman masjid, ada kandang kuda, tempat kereta raja dan pradangga untuk upacara adat. Seperti bangunan masjid khas Nusantara lainnya, bangunan Masjid Agung Surakarta bergaya tajug yang beratap tumpang tiga dan berpuncak mustoko (mahkota). Belakangan, pada tahun 1928, menara adzan yang konon terinspirasi dari Qutub Minar di DelhiIndia, didirikan oleh Sunan Pakubuwana. Terdapat pula Istiwak, yaitu pancang yang berfungsi sebagai jam matahari untuk menentukan waktu salat. Juga ada Gedang Selirang, yang diperuntukkan bagi para abdi dalem yang mengurusi masjid. Pada masanya, Masjid Agung Kraton Surakarta ini merupakan masjid terbesar di Surakarta. Saat ini, mungkin sudah terkalahkan besarnya oleh Masjid Syaikh Zayed.

Masjid Al Wustho Mangkunegaran

Ide pembangunan Masjid Wustho berawal dari Mangkunegara I. Pembangunan masjid ini adalah perwujudan tugas raja sebagai panatagama (menata agama). Awalnya masjid ini terletak di belakang Pura Mangkunegaran sebelum akhirnya oleh Mangkunegara IV dipindah ke sisi barat Pura Mangkunegaran pada tahun 1878. Masjid ini juga bergaya tajug/ atap bertumpang. Terdapat serambi di sisi timur. Serambi dilengkapi dengan tratag rambat, semacam lorong beratap yang menjorok ke depan. Kekhasan masjid Mangkunegaran, tratag rambat ini dihiasi dengan dinding tembok berkaligrafi. Tembok berkaligrafi ini membuat Masjid Mangkunegaran memliki kekhasan dibandingkan dengan masjid-masjid tua lainnya di Surakarta. Di sisi selatan ditambah ruang untuk salat Jumat bagi perempuan (pawastren). Di halaman terdapat menara dan bangunan khusus untuk pelaksanaan khitanan yang disebut maligen. Di samping masjid, saat ini terdapat sekolah Muhammadiyah.

Demikian catatan kecil dari kunjungan ke Surakarta, kota yang penuh situs sejarah yang menarik. InsyaAllah dilanjutkan pada waktu berikutnya.

Mirza Karim

Dep. Hukum PP IJABI  

Mirza Karim
+ posts
Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Back to top button