Uncategorize

Apa Itu Merdeka?

Oleh : Mohammad Adlany, Ph.D. (Anggota Dewan Syura IJABI)

Setiap kali mendengar kata merdeka, pikiran kita mungkin langsung tertuju pada peringatan 17 Agustus, bendera merah putih yang berkibar, dan teriakan penuh semangat “Merdeka!”. Namun, sebenarnya apa sih arti merdeka itu? Apakah hanya bebas dari penjajahan? Ataukah ada makna yang lebih dalam dari sekadar terbebas dari kekuasaan bangsa lain?

Kata merdeka dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta maharddhika, yang berarti “kaya, sejahtera, dan berkuasa atas diri sendiri.” Jadi, sejak awal, merdeka tidak hanya dimaknai sebagai bebas, tapi juga mampu mengatur dan menentukan jalan hidup sendiri.

Secara historis, tentu kita sering mengaitkan merdeka dengan bebas dari penjajahan bangsa asing. Setelah ratusan tahun dikuasai, bangsa Indonesia akhirnya bisa berdiri di atas kaki sendiri pada 17 Agustus 1945. Itu adalah bentuk merdeka yang nyata: tak lagi ditindas, tak lagi diperintah, dan punya hak menentukan nasib sendiri.

Tetapi, merdeka tidak berhenti pada urusan politik atau kemerdekaan sebuah negara. Ada dimensi lain yang sering terlupakan:

iklan

Merdeka secara ekonomi: tidak bergantung sepenuhnya pada negara lain, mampu mencukupi kebutuhan rakyatnya sendiri.

Merdeka secara berpikir: berani berpikir kritis, tidak hanya ikut-ikutan, dan bebas dari “penjajahan” opini.

Merdeka secara jiwa: terbebas dari rasa takut, iri, dengki, dan segala belenggu batin yang membuat manusia tidak tenang.

Merdeka dalam berkarya: bebas berekspresi, berinovasi, tanpa harus terus-menerus diikat aturan yang membatasi kreativitas.

Hari ini, kita menghadapi bentuk penjajahan baru: penjajahan informasi, budaya, bahkan teknologi. Kita merasa bebas, tapi sering justru terikat oleh algoritma media sosial, oleh tren, dan oleh keinginan untuk selalu tampil sempurna. Maka, merdeka di era digital berarti berani mengendalikan diri, tidak menjadi budak gawai, dan tetap berpikir kritis di tengah banjir informasi.

Menurut Kant, kebebasan sejati adalah “kemampuan untuk bertindak sesuai dengan hukum moral yang ditetapkan akal budi.” (Groundwork of the Metaphysics of Morals (1785), Bagian II)

John Stuart Mill menulis: “Satu-satunya tujuan di mana kekuasaan boleh dijalankan atas setiap anggota masyarakat yang beradab, melawan kehendaknya, adalah untuk mencegah kerugian bagi orang lain.” (On Liberty (1859), Bab I)

Mulla Sadra menekankan bahwa jiwa manusia harus melepaskan diri dari ikatan materi untuk mencapai kesempurnaan dan kebebasan sejati. (Al-Asfar al-Arba‘ah, jilid 8, hlm. 335)

Al-Qur’an juga menekankan bahwa kebebasan sejati adalah bebas dari segala bentuk perbudakan selain Allah:

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ

“Tidak ada paksaan dalam agama.” (QS. Al-Baqarah [2]:256)

Ayat ini menunjukkan bahwa iman dan keyakinan harus lahir dari kebebasan batin, bukan paksaan.

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا وَ قَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا

“Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams [91]:9-10)

Ayat ini mengajarkan bahwa merdeka sejati adalah ketika jiwa mampu melepaskan diri dari hawa nafsu yang membelenggu.

Imam Ali as berkata:

لَا تَكُنْ عَبْدَ غَيْرِكَ وَقَدْ جَعَلَكَ اللَّهُ حُرّاً

“Janganlah engkau menjadi budak bagi orang lain, padahal Allah telah menjadikanmu merdeka.” (Nahjul Balaghah, Hikmah 31)

Imam Husain as menjelang Karbala berucap:

إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ دِينٌ فَكُونُوا أَحْرَاراً فِي دُنْيَاكُمْ

“Jika kalian tidak memiliki agama, maka setidaknya jadilah orang-orang yang merdeka dalam kehidupan dunia kalian.” (Bihar al-Anwar, jilid 45, hlm. 51)

Hadis-hadis ini menegaskan bahwa kemerdekaan adalah martabat dasar manusia, dan menjual diri pada hawa nafsu, tirani, atau kezaliman sama saja dengan kehilangan harga diri.

Merdeka bukan berarti bebas sebebas-bebasnya tanpa aturan. Justru merdeka adalah tentang tanggung jawab: bebas menentukan pilihan hidup, tapi juga siap menanggung konsekuensinya.

Merdeka bukan sekadar kata, bukan sekadar perayaan, tapi sebuah perjalanan panjang. Kemerdekaan sejati adalah keberanian untuk menguasai diri sendiri, menentukan arah hidup, dan menjadi manusia yang utuh—bukan hanya bebas dari orang lain, tapi juga bebas dari kelemahan diri.

Merdeka adalah saat manusia hanya tunduk pada Allah, dan tidak pada belenggu apa pun selain-Nya.

Mohammad Adlany Ph. D.
Dewan Syuro IJABI |  + posts
Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Back to top button