Uncategorize

Membalas Dendam dengan Kebaikan 

Oleh Mohammad Adlany, Ph.D. (Anggota Dewan Syura IJABI) 

Kebanyakan orang ketika disakiti atau diperlakukan tidak adil oleh musuhnya, akan langsung berpikir untuk membalas. Kadang dengan kata-kata kasar, kadang dengan perbuatan yang sama, atau bahkan lebih keras. Tapi Imam Ali as, sosok yang dikenal sebagai puncak kebijaksanaan dalam Islam, memberikan sudut pandang yang sangat berbeda. 

Beliau berkata: 

أمير المؤمِنِينَ عَلَى : ما انتَقَمَ الإِنسانُ مِنْ عَدُوِّهِ بِأَعْظَمَ مِنْ أَنْ يَزْدَادَ مِنَ الْفَضَائِ 

“Manusia tidak membalas dendam kepada musuhnya dengan cara yang lebih agung daripada menambah kebaikan dan keutamaan dirinya.” (Syarḥ Nahj al-Balaghah, Ibn Abiī al-Ḥadīd, jilid 20, hlm. 333) 

iklan

Membalas bukan dengan Amarah, tapi dengan Peningkatan Diri 

Pesan ini sederhana tapi dalam. Musuh sering kali ingin menjatuhkan kita, membuat kita marah, atau menyeret kita ke dalam keburukan. Tapi, justru dengan menambah kebaikan dan memperbaiki diri, kita menunjukkan bahwa serangan mereka gagal. 

Alih-alih ikut masuk dalam lingkaran dendam, kita melompat ke level yang lebih tinggi. Kita fokus pada pengembangan diri, memperbanyak amal baik, memperluas ilmu, memperhalus akhlak, dan memperkuat iman. Itu adalah “pembalasan dendam” yang sesungguhnya—karena membuat musuh merasa bahwa semua usaha mereka hanya membuat kita semakin kuat. 

Kebaikan sebagai Senjata Terkuat 

Ada pepatah yang mengatakan: “Jangan berkelahi dengan orang yang menyeretmu ke lumpur, karena dia akan mengalahkanmu dengan pengalamannya.” Artinya, kalau kita membalas dengan cara yang sama, kita sudah kalah sebelum mulai. Tapi kalau kita tetap tenang, berbuat baik, dan meningkatkan kualitas diri, kita menang dengan cara yang lebih elegan. 

Dalam Al-Qur’an pun ditegaskan: 

وَلَا تَسْتَوِي ٱلۡحَسَنَةُ وَلَا ٱلسَّيِّئَةُ ٱدۡفَعۡ بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِي بَيۡنَكَ وَبَيۡنَهُۥ عَدَٰوَةٞ كَأَنَّهُۥ وَلِيٌّ حَمِيمٞ 

“Tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang ada permusuhan antara kamu dan dia seolah-olah menjadi teman yang setia.” (QS. Fuṣṣilat [41]: 34) 

Ayat ini sejalan dengan pesan Imam Ali as: musuh justru bisa luluh ketika kita membalas kebencian dengan kebaikan. 

Dalam tafsir al-‘Ayyasyi, Imam Ṣhadiq as berkata tentang ayat ini: 

ادفع بحلمك جهل من جهل عليك، فاذا الذي بينك وبينه عداوة كأنه ولي حميم 

“Balaslah kebodohan orang yang berbuat jahil kepadamu dengan kesabaran dan kelapangan hatimu. Maka, orang yang sebelumnya menjadi musuhmu seakan-akan berubah menjadi sahabat karib.” (Tafsir al-‘Ayyashi, jilid 2, hlm. 252) 

Imam Ali as dalam Nahj al-Balāghah juga menegaskan bahwa salah satu bentuk “membalas dengan yang lebih baik” adalah menguasai diri ketika marah dan menahan diri dari membalas kejahatan dengan kejahatan. 

Beliau berkata: 

إِذَا قَدَرْتَ عَلَى عَدُوِّكَ فَاجْعَلِ الْعَفْوَ عَنْهُ شُكْراً لِلْقُدْرَةِ عَلَيْهِ 

“Apabila engkau berkuasa atas musuhmu, maka jadikanlah memaafkannya sebagai bentuk syukur atas kekuasaanmu terhadapnya.” (Nahj al-Balāghah, Hikmah no. 11) 

Allamah Thabathaba’i menjelaskan bahwa “membalas dengan yang lebih baik” bukan sekadar memaafkan, tapi mengubah kebencian orang lain menjadi sarana untuk memperbaiki akhlak diri sendiri dan meluluhkan hati lawan. Inilah tingkat akhlak yang hanya bisa dicapai oleh jiwa yang besar dan matang dalam iman. (Al-Mizan, jilid 17, hlm. 362) 

Mengubah Energi Negatif Jadi Bahan Bakar Positif 

Setiap kali kita menghadapi orang yang tidak suka pada kita, sebenarnya ada energi besar yang hadir: rasa sakit, marah, atau benci. Kalau energi itu dipakai untuk balas dendam, hasilnya hanya menambah masalah. Tapi kalau kita ubah jadi bahan bakar untuk memperbaiki diri, hasilnya bisa luar biasa: kita jadi lebih disiplin, lebih sabar, lebih tegar, bahkan lebih bijak. 

Dengan begitu, musuh kita sebenarnya “berjasa” karena tanpa sadar membuat kita tumbuh. 

Penutup: Menang dengan Keutamaan 

Balas dendam paling indah bukanlah dengan melukai balik, tapi dengan membuktikan bahwa kita lebih baik dari sebelumnya. Seperti kata Imam Ali as, ketika kita menambah kebaikan dan keutamaan diri, itu adalah balasan yang paling agung. 

Musuh ingin kita jatuh, tapi kita justru naik. Musuh ingin kita hancur, tapi kita malah berkembang. Itulah kemenangan sejati. 

Mohammad Adlany Ph. D.
Dewan Syuro IJABI |  + posts
Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Back to top button