Khazanah

Apa itu Yakin?

Oleh Mohammad Adlany, Ph.D. (Anggota Dewan Syura IJABI)

Dalam hidup yang penuh ketidakpastian, kita sering mencari sesuatu yang benar-benar kokoh untuk menjadi pegangan. Dalam bahasa agama, pegangan itu disebut yakin — kondisi hati dan akal yang mantap, tanpa goyah, terhadap kebenaran sesuatu. Yakin bukan sekadar “percaya” biasa. Ia adalah kejelasan batin yang tidak tergoyahkan oleh keraguan, godaan, atau perubahan zaman.

Kata yakin berasal dari akar kata yaqana (يقن) yang berarti teguh, pasti, dan tanpa keraguan. Al-Qur’an sering menggunakannya untuk menegaskan kebenaran yang tak terbantahkan. 

Allah berfirman:

وَإِنَّهُ لَحَقُّ الْيَقِينِ

iklan

“Dan sesungguhnya (Al-Qur’an) itu benar-benar keyakinan yang hakiki.” (QS. Al-Haqqah: 51)

Dalam ayat lain, Allah menggambarkan salah satu tingkatan yakin:

كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ

“Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan ilmu yakin…” (QS. At-Takatsur: 5)

Al-Qur’an juga menunjukkan bahwa tanda-tanda kebesaran Allah—baik di alam semesta maupun dalam diri manusia—adalah jalan menuju keyakinan:

وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِّلْمُوقِنِينَ

“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin.” (QS. Adz-Dzariyat: 20)

وَفِي أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ

“Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Adz-Dzariyat: 21)

Ulama membagi yakin menjadi tiga tingkatan, sebagaimana tersirat dalam Al-Qur’an dan dijelaskan dalam banyak tafsir: ‘ilm al-yaqin (علم اليقين) – pengetahuan yang meyakinkan, meski belum disaksikan langsung, ‘ayn al-yaqin (عين اليقين) – keyakinan karena melihat langsung, dan haq al-yaqin (حق اليقين) – keyakinan tertinggi yang lahir dari pengalaman langsung, di mana hati dan akal membenarkan sepenuhnya.

Contohnya seperti seseorang yang mendengar tentang api (‘ilm), lalu melihat apinya (‘ayn), dan akhirnya merasakan panasnya (haq).

Imam Ja‘far al-Shadiq as berkata:

اليقين أفضل الإيمان كله

“Yakin adalah bagian terbaik dari seluruh iman.” (Al-Kāfi, j. 2, h. 52)

Dalam riwayat lain beliau menegaskan:

إنّ من اليقين أن لا تُرضِي أحداً بسخط الله، ولا تحمد أحداً على ما آتاك الله

“Termasuk bagian dari yakin adalah engkau tidak mencari ridha makhluk dengan membuat Allah murka, dan tidak memuji siapa pun atas rezeki yang diberikan Allah.” (Al-Kāfi, j. 2, h. 55)

Imam Ali as pun menyebut bahwa yakin berdiri di atas empat pilar:

اليقين على أربع شعب: على تبصرة الفطنة، وتأوّل الحكمة، وموعظة العبرة، وسنّة الأوّلين

“Yakin memiliki empat cabang: ketajaman pandangan, penakwilan hikmah, mengambil pelajaran dari peringatan, dan mengikuti sunnah orang-orang terdahulu.” (Nahjul Balaghah, Hikmah 31)

Yakin sebagai pencerahan spiritual. Ibn Arabi melihat yakin sebagai cahaya yang dianugerahkan oleh Allah dalam hati hamba. Ia berkata dalam Futuhat al-Makkiyyah:

اليقين هو نور يقذفه الله في قلب عبده، لا يتزلزل معه الإيمان

“Yakin adalah cahaya yang Allah lemparkan ke dalam hati hamba-Nya, di mana iman tidak akan terguncang bersama dengannya.” (Futuhat, j. 2, h. 126)

Menurut Ibn Arabi, seseorang yang memiliki yakin akan melihat dunia dalam cermin Tuhan, bukan dalam ego atau ketakutan.

Dalam Manazil al-Sa’irin, Khawajah Al-Anshari menyebut yakin sebagai maqam penting dalam perjalanan ruhani:

اليقين هو الاطمئنان الكامل بحقيقة ما أخبر الله به

“Yakin adalah ketenangan total terhadap kebenaran apa yang dikabarkan oleh Allah.” (Manazil, maqam 65)

Ia menyebut tiga cara meraih yakin: melalui renungan mendalam, melalui ibadah yang konsisten, dan melalui pengalaman ruhani.

Dalam Ihya’ Ulum al-Din, Al-Ghazali menegaskan:

العلم لا يُسمّى يقينًا حتى يكون مطابقًا للواقع، ثابتًا لا يتغير

“Ilmu tidak disebut yakin kecuali ia sesuai dengan kenyataan dan tetap, tidak berubah.” (Ihya’, j. 1, h. 78)

Bagi Al-Ghazali, yakin bukan sekadar mengetahui, tapi mengetahui dengan pasti dan tidak mungkin salah. Ia mendorong proses tahqiq (verifikasi spiritual dan intelektual) untuk mencapainya.

Yakin adalah kejelasan hati dan pikiran dalam menerima kebenaran Ilahi tanpa keraguan. Ia bukan muncul tiba-tiba, melainkan buah dari pencarian, doa, ibadah, dan pengalaman spiritual. Dengan yakin, seseorang tidak mudah tergelincir oleh godaan dunia atau kebingungan zaman.

Yakin adalah pelita di tengah kegelapan—dan dalam kata Imam Ali as:

ما شككت في الحق مذ أُريته

“Aku tidak pernah ragu terhadap kebenaran sejak aku diperlihatkan padanya.” (Nahjul Balaghah, Hikmah 4)

Yakin tidak muncul begitu saja, melainkan tumbuh dari proses spiritual dan intelektual. Beberapa faktor penguatnya adalah:

1. Tadabbur (Perenungan) terhadap ayat-ayat Allah di alam semesta dan diri sendiri.

وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِّلْمُوقِنِينَ

“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin.” (QS. Adz-Dzariyat: 20)

وَفِي أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ

“Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Adz-Dzariyat: 21)

2. Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa) — karena hati yang bersih lebih mudah menerima cahaya kebenaran.

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا

“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya.” (QS. Asy-Syams: 9)

3. Ilmu yang Hakiki — yakin lahir dari pengetahuan yang dalam dan benar.

اليقين لا ينال إلا بالعلم، ولا علم إلا من عالم ربّاني

“Yakin tidak bisa dicapai kecuali dengan ilmu, dan ilmu hanya dari seorang alim rabbani.” (Bihar al-Anwar, j. 1, h. 56)

4. Ibadah yang Khusyuk dan Kontinu — menjaga hubungan spiritual hingga yakin menjadi bagian dari jiwa.

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan.” (QS. Al-Hijr: 99)

5. Kesabaran dalam Ujian — cobaan yang dihadapi dengan sabar menguatkan keyakinan.

إذا أراد الله بعبد خيرًا، ابتلاه في جسده، فإن صبر، شدد عليه، فإن صبر، صفّاه، فإن صبر، اجتباه، وجعله من الموقنين

“Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Dia mengujinya pada jasadnya. Jika ia sabar, Allah menambah ujiannya. Jika ia tetap sabar, Allah menyucikannya. Jika ia terus sabar, maka Allah memilihnya dan menjadikannya di antara orang-orang yang yakin.” (Al-Kafi, j. 2, h. 200)

6. Tajalli (Penyingkapan Ilahi) — pengalaman langsung kehadiran Allah, sebagaimana dijelaskan oleh Ibn Arabi.

فاليقين الكامل هو ما حصل لصاحبه من المشاهدة في حال الفناء

“Keyakinan yang sempurna adalah yang muncul dari pengalaman langsung (mushahadah) dalam keadaan fana.” (Futuhat al-Makkiyyah, j. 2)

7. Riyadhah dan Mujahadah — latihan spiritual dan perjuangan batin sebagaimana dianjurkan Khawajah Abdullah Al-Anshari.

اليقين هو مشاهدة القلب لوعد الله ووعيده كأنّه يراه رأي العين

“Yakin adalah ketika hati menyaksikan janji dan ancaman Allah seolah-olah melihatnya dengan mata kepala.” (Manazil al-Sa’irin, bab al-Yaqin)

8. Membersihkan Diri dari Syubhat — seperti yang ditegaskan Al-Ghazali, yakin tidak akan tegak di atas keraguan.

ما لم يزكّ العبد نفسه من الشبهات، لا يصل إلى نور اليقين

“Selama seorang hamba tidak menyucikan dirinya dari syubhat, ia tidak akan sampai pada cahaya keyakinan.” (Ihya’ Ulum al-Din, j. 3)

Mohammad Adlany Ph. D.
Dewan Syuro IJABI |  + posts
Iklan

Satu Komen

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Back to top button