Asyura Media Pemersatu Umat

Oleh : Sayyid Ali Umar Al Habsyi, Anggota Dewan Syura IJABI
Tragedi Karbala’ telah menyita perhatian seluruh umat, khususnya para ulama dan sejarawan Islam. Dengan terperinci mereka melaporkan dengan detail peristiwa Asyura’, tidak hanya peristiwa di hari kesepuluh di padang Karbala’, tetapi seluruh detail yang menandai awal kebangkitan Imam Husain as, dari awal keberangkatan Kafilah Syahadah dari kota suci Madinah, menuju kota suci Mekkah di bulan Sya’ban, keberangkatan ke negeri Irak di hari Tarwiyah bulan Dzul Hijjah meninggalkan kota suci Mekkah di saat jamaah haji sibuk melaksanakan manasik haji mereka, ketika Kafilah al Husain sampai di Karbala pada tanggal 2 Muharram, hari demi hari yang mereka lalui di padang Karbala’, hingga puncaknya di hari Asyura, dan lanjut dengan kembalinya Kafilah ke kota Madinah -tanpa Imam al Husain as- setelah berpuluh-puluh hari mereka diarak sebagai tawanan menempuh jarak ratusan bahkan ribuan kilometer ke kota Kufah, lalu ke Damaskus; Ibukota dinasti Umayyah, hingga akhirnya mereka kembali lagi ke kota suci Madinah.
Semua detail peristiwa yang terjadi di hari-hari perjuangan penuh pengorbanan Keluarga Suci Nabi saw telah direkam dan dilaporkan oleh para penulis sejarah dari berbagai madzhab Islam.
Sebagaimana tidak sedikit pula ulama yang menulis buku atau sebuah pasal dalam bukunya yang merincikan kisah Maqtal/Tragedi pembantaian keji atas Al Husain as, keluarga terbaik dan para pengikut setia beliau as. Hal itu membuktikan bahwa Tragedi Karbala benar-benar lintas mazhab.
Bahkan lintas agama dan keyakinan. Tidak ada kekuatan apapun yang mampu membendungnya.
Al Husain as bangkit untuk mengobarkan semangat para Nabi as. demi merealisasikan cita-cita keadilan yang menjadi impian seluruh umat manusia. Al Husain as tidak bangkit untuk kepentingan sesaat, atau agenda kecil. Al Husain as bangkit untuk umat manusia.
Karenanya, dalam memahami tragedi Karbala’ semangat universal Kebangkitan al Husain as harus selalu menjadi pijakan dalam menganalisanya. Semua gerakan untuk mengabadikan Kebangkitan al Husain as dan Tragedi Karbala harus berbasis semangat kebersamaan dalam upaya mewujudkan cita-cita al Husain as.
Bulan Muharram datang dengan membawa kenangan duka Al Husain as yang membangkitkan semangat juang melawan kedzaliman dan kebatilan dengan segala bentuk dan manifestasinya. Asyura’ adalah PEKIKAN MENGGELEGAR di hadapan kaum dzalim yang sengaja menistakan Ajaran Tuhan dan memperbudak manusia dan menindas kaum lemah. Dalam hal ini seluruh kaum Muslimin -kecuali kaum nashibi- bersama Imam al Husain as. tidak satupun dari mereka menyalahkan Al Husain as dalam kebangkitan suci beliau.
Maka dari itu adalah salah alamat apabila semangat Asyura’ kita alamatkan kepada sesama kaum Muslimin, selain Syi’ah, seakan mereka yang harus bertanggung-jawab atas pembantaian Al Husain as di Karbala’. Seakan mereka merestui pengkhianatan tersebut!
Masalah hari ini mereka belum ikut serta dalam memperingati Tragedi Karbala yang menimpa Al Husain as tidak berarti dengan serta merta mereka dikelompokkan dalam barisan Yazid, Ibnu Ziyâd, Umar bin Sa’ad dan Syimir.
Boleh jadi sikap pasif itu disebabkan oleh format fatwa sebagian oknum ulama yang menjadi panutan mereka dalam agama. Kita berhak mengatakan bahwa format fatwa itu salah dan tidak sejalan dengan semangat Al Qur’an dan Bimbingan Nabi saw. karenanya ia harus segera diluruskan. Umat harus segera disadarkan. Bukan dikecam, dicaci-maki dan kemudian divonis sebagai BALA TENTARA YAZID.
Tidak sedikit fatwa para ulama dari mazhab-mazhab Islam yang dengan tegas menganjurkan agar Tragedi Karbala’ selalu dikenang dan disegarkan. Itu adalah tanggung jawab para ulama dan para Ustadz mulia untuk mengedukasi kaum Muslimin tentang pentingnya memperingati Tragedi Asyura’ dan menjadikannya Hari Duka dan Kesedihan umat Islam.
Sekali lagi, kita tidak bisa memungkiri bahwa kecintaan kepada Al Husain as dan Keluarga Suci Nabi saw benar-benar telah tertanam kokoh dalam hati kaum Muslimin, khususnya di negeri tercinta kita. Semua itu berkat kerja keras para ulama, para Habaib terdahulu. Mereka bukan pembenci keluarga Nabi saw. mereka bukan yang mencaci Keluarga Suci Nabi saw.
Kecintaan kepada al Husain dan Ahlulbait Nabi yang Suci as yang telah tertanam dalam hati mereka adalah modal awal mereka untuk menyatu bersama Al Husain as. Mereka adalah saudara kita dalam Bahtera Kecintaan kepada Al Husain as. sehingga adalah kewajiban setiap dari kita untuk mengokohkan semangat dan kesadaran mereka untuk terus berlayar bersama Bahtera Al Husain.
Hendaknya Majelis-majelis Duka untuk Al Husain menjadi tempat yang teduh bagi mereka, majelis yang akan membawa mereka mengenal lebih dalam tentang al Husain as. bukan majelis yang menggusarkan mereka. Atau majelis yang menjauhkan mereka dari Al Husain as.
Semangat untuk menjadikan Peringatan Asyura’ sebagai Media Pemersatu kaum Muslimin harus menjadi agenda besar para Syi’ah Al Husain.
Sebagai Syi’ah Al Husain as kita dituntut sebagai pemersatu yang merangkul semua golongan, apalagi mereka yang dalam hatinya tertanam kecintaan kepada Al Husain as.
Dan saya akan akhiri tulisan ini dengan mengutip sebuah peristiwa yang diriwayatkan dari Imam Ja’far ash Shadiq as. yang mengandung pelajaran berharga bagi kita yang mengaku sebagai Pengikut Imam Ja’far as.
Diriwayatkan dari Ibnu Maskân, ia berkata: Abu Abdillah [Imam Ja’far] as berkata kepadaku:
إني لأحسبك إذا شتم علي بين يديك إن تستطع أن تأكل أنف شاتمه لفعلت،
Aku mengira bahwa apabila Ali [bin Abi Thalib] dicaci maki di hadapanmu, jika engkau mampu untuk memakan/menggigit hidung pencacinya niscaya hal itu pasti engkau lakukan?
فقلت إي والله جعلت فداك إني لهكذا وأهل بيتي
Aku berkata: Iya, demi Allah -semoga aku dijadikan tebusan untuk keselamatan Anda-. Aku pasti akan melakukan itu. Dan juga keluargaku.
قال: فلا تفعل، فوالله لربما سمعت من شتم عليا وما بيني وبينه إلا أسطوانة فأستتر بها، فإذا فرغت من صلاتي امر به فاسلم عليه وأصافحه.
Imam berkata: Jangan engkau lakukan itu! Demi Allah, terkadang aku mendengar seseorang mencaci maki Ali, dan antara aku dan dia hanya dipisah oleh satu pilar saja, maka aku sengaja bersembunyi dengannya. Lalu setelah aku selesai shalat, aku hampiri dia, aku ucapkan salam dan aku ajak ia berjabatan tangan. [Bihâr Al Anwâr, 72/411.]
Demikianlah didikan para Imam Suci Ahlulbait as dalam menjaga agar keharmonisan tetap terjaga di tengah-tengah kaum Muslimin dan agar tidak terjadi kegaduhan destruktif yang membela kaum Muslimin dalam kelompok-kelompok yang saling berseteru. Dengan kelemah lembutan sikap kebenaran Ajaran Ahlulbait as akan tersampaikan dan hati kaum Muslimin akan menikmati keindahan ajaran dan bimbingan Ahlulbait as.
Jika terhadap mereka yang mencaci maki Imam Ali as saja, Imam Ja’far tetap bersikap santun demi memberi peluang untuk kembali kepada jalan kebenaran. Lalu apa bayangan kita terhadap para pecinta Al Husain as, yang kesalahan mereka sekedar tidak mengadakan peringatan Asyura’?!
Sekali lagi Asyura’ harus menjadi Media Pemersatu Umat Islam di bawah Panji Al Husain as.
Al Husain bukan monopoli kaum Syi’ah.
Al Husain milik kaum Muslimin.
Al Husain Sayyidu asy Syuhadâ’ yang menginspirasi umat manusia.