
Siang di Temanggung tak mengurangi kehangatan yang memancar dari sebuah perhelatan penuh cinta: Halalbihalal Bersama Anak Yatim-Piatu dan Dhuafa, yang digagas oleh IJABI Temanggung, para relawan dan simpatisan dari berbagai unsur masyarakat, Bertempat di Gedung NU, kegiatan ini menjadi ruang temu yang melampaui sekat-sekat sosial—menyatukan yang memberi dan yang menerima dalam suasana penuh berkah.
Acara dimulai pukul 13.00 dengan iringan shalawat dari grup rebana Al Mubarok. Dentingan rebana dan harmoni vokal mereka membuka tirai acara dengan nuansa spiritual yang menggetarkan. Tepat pukul 13.30, pembawa acara membuka perhelatan secara resmi.
Ketika Misbahul Husna, salah satu anak yatim, naik ke panggung dan melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, suasana berubah menjadi hening dan haru. Terjemahan ayat dibacakan oleh Putri Dwi Sulistyani dengan penuh penghayatan. Kebersamaan ini kemudian diperkuat lewat menyanyikan lagu Indonesia Raya, mengingatkan bahwa kebajikan sosial adalah juga bentuk cinta tanah air.




Pak Slamet Mujiyono menyampaikan sambutan hangat, menekankan pentingnya menjadikan acara ini sebagai pengingat bahwa setiap anak yatim adalah bagian dari tanggung jawab kolektif kita. “Jangan biarkan mereka tumbuh tanpa cinta, karena cinta itulah yang akan menguatkan langkah mereka kelak,” ujarnya.
Grup Al Mubarok kembali tampil mengiringi para hadirin dalam lantunan shalawat yang menyentuh hati. Lalu, sebuah puisi yang dibacakan Ibu Sri Wastini tentang anak-anak Palestina menggugah nurani, mengajak hadirin untuk tak hanya peduli secara lokal, tapi juga global—melihat penderitaan anak-anak di tanah yang tak jauh dari kiblat.
Ustad Rakhmat Hidayat menyampaikan ceramah pada pukul 14.35 dengan bahasa yang jernih dan menyentuh. Beliau mengingatkan bahwa keberkahan Ramadan tak berhenti di Idulfitri. “Sesungguhnya cinta sejati kepada Allah diwujudkan lewat perhatian kita kepada anak-anak yatim dan dhuafa,” katanya.
Dan tibalah momen penuh haru: pembagian beasiswa kepada anak-anak yatim-piatu dan dhuafa. Satu per satu mereka naik ke panggung dengan wajah malu-malu, namun senyum mereka menyiratkan harapan dan rasa percaya diri yang mulai tumbuh.
Sebagai penutup, Ustad Ahmad Imtihan dari Nahdlatul Ulama memimpin doa dengan penuh khusyuk. Suaranya tenang, doa-doanya meresap, menyatukan hadirin dalam untaian harapan dan haru. Ia memohonkan keberkahan atas semua yang hadir, para dermawan, anak-anak yang dibimbing kasih sayang, dan seluruh umat yang sedang meniti jalan kebaikan.
Acara berakhir pukul 15.30. Tapi getaran kasih yang hadir siang itu tak lekas menguap. Ia tinggal di pelukan anak-anak yang merasa dicintai. Ia menetap di dada para hadirin yang pulang dengan hati lebih lapang.
Sebab sejatinya, halalbihalal bukan hanya saling memaafkan. Ia adalah jalan untuk saling menguatkan.
