
Barzakh adalah kehidupan setelah kematian dan sebelum hari kiamat ditegakkan. Banyak riwayat menjelaskan karakteristik kehidupan barzakhiyyah, salah satunya adalah terputusnya segala sebab (hubungan dan keterikatan duniawi). Kehidupan barzakh tidak seperti alam dunia, di mana kebutuhan sandang, pangan, dan papan dapat terpenuhi melalui interaksi sosial dan peran orang lain.
Sebaliknya, kehidupan barzakhiyyah bersifat individualistik. Segala sebab selain diri sendiri akan terputus, dan satu-satunya tempat bergantung adalah amal perbuatan dan rahmat Allâh Swt.
Allâh Swt. berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 166:
وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ
“Dan terputuslah dari mereka segala sebab.”
Jika di dunia seseorang bisa mengandalkan bantuan orang lain, maka saat memasuki alam barzakh, seluruh sebab duniawi itu terputus. Dimulailah kehidupan yang sepenuhnya individual.
Allâh Swt. juga berfirman dalam Surat Al-An‘âm ayat 94:
وَلَقَدْ جِئْتُمُوْنَا فُرَادٰى كَمَا خَلَقْنٰكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ
“Dan sungguh, kamu benar-benar datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana Kami menciptakan kamu pada mulanya.”
Sebagaimana manusia datang ke dunia dalam kesendirian—tanpa orang tua, sanak keluarga, pasangan, atau sahabat—maka ia pun akan kembali kepada Allâh dalam kesendirian. Teman sejati seorang hamba setelah kematian hanyalah amal perbuatannya dan keyakinan yang ia peluk.
Pertemuan di Alam Barzakh
Namun ada pengecualian bagi orang-orang beriman. Salah satu kenikmatan surga barzakh bagi mereka adalah pertemuan dengan sesama mukmin: saling mengenal, bertatap muka, dan bertegur sapa. Hal ini dijelaskan oleh Imam Ja‘far ash-Shâdiq as:
“Ruh-ruh kaum mukmin bersama jasad barzakhiyyah mereka berkumpul di kebun-kebun surga (barzakh). Mereka saling mengenal dan saling menyapa. Ketika ada seseorang yang baru wafat dan tiba di alam barzakh, para mukmin berkata, ‘Biarkan ia beristirahat dahulu, karena perjalanan kematian—dari sakaratul maut, dimandikan, dikafani hingga masuk ke alam barzakh—sungguh melelahkan baginya.’”
(Al-Kâfî, Juz 3, hlm. 244)
Setelah beristirahat sejenak, para penduduk barzakh yang mengenalnya akan datang berkunjung dan bertanya tentang kehidupan dunia yang ia tinggalkan: “Fulan sekarang di mana? Apakah ia masih hidup?” Jika dijawab bahwa Fulan masih hidup di dunia, mereka akan berdoa, “Semoga ia disusulkan ke surga barzakh ini.” Tetapi jika dijawab bahwa ia telah wafat sebelumnya, namun tidak hadir di tengah mereka, maka mereka berkata:
“Karena tidak bertemu dengan kita, pasti ia terjatuh ke dalam neraka Jahannam barzakh.”
Hakikat ini ditegaskan dalam Surat Ash-Shâffât ayat 50:
فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ
“Maka mereka saling menghadapkan diri, saling bertanya-tanya.”
Dalam Tafsîr ash-Shâfî, Allamah Muhsin Faidh Kâsyânî menafsirkan ayat ini sebagai percakapan dan saling berkisah mengenai keutamaan Ahlulbait as serta perjalanan penuh liku dalam mengikuti jalan mereka.
(Tafsîr ash-Shâfî, Juz 4, hlm. 269)
Pertemuan Ahli Neraka Barzakh
Tak hanya mukmin, kaum kâfir dan fâsiq pun saling mengenal di neraka barzakh. Riwayat menyebutkan:
يَتَلَاقَوْنَ وَيَتَعَارَفُونَ
“Mereka saling bertemu dan saling mengenal.”
Namun pertemuan mereka justru menjadi azab. Pedihnya siksa Ilahî membuat mereka saling mencaci, melaknat, memaki, dan saling menyalahkan. Tak ada kebaikan di dalamnya, selain penyesalan dan derita yang tiada akhir.
