Uncategorize

Nasihat Wali Faqih. (40/Selesai) 

Oleh Habib Ali Umar Al Habsyi (Anggota Dewan Syura IJABI) 

Shalat Yang Diterima. 

Di antara wasiat yang dipesankan Imam Ali as. kepada Kumail bin Ziyad adalah: 

يَا كُمَيْلُ : لَيْسَ الشَّأْنُ أَنْ تُصَلِّيَ وَ تَصُومَ وَ تَتَصَدَّقَ ، الشَّأْنُ أَنْ تَكُونَ الصَّلَاةُ بِقَلْبٍ نَقِيٍّ ، وَ عَمَلٍ عِنْدَ اللَّهِ مَرْضِيٍّ ، وَ خُشُوعٍ سَوِيٍّ . وَ انْظُرْ فِيمَا تُصَلِّي ، وَ عَلَى مَا تُصَلِّي ، إِنْ لَمْ يَكُنْ مِنْ وَجْهِهِ وَ حِلِّهِ فَلَا قَبُولَ. 

Hai Kumail, bukanlah perkara yang penting bahwa kamu shalat, puasa, dan bersedekah. Perkara yang penting adalah bahwa shalatmu dilakukan dengan hati yang suci, amal yang diridhai oleh Allah, dan kekhusyukan yang sempurna. Perhatikanlah untuk sesuatu sebab apa kamu shalat dan atas dasar apa kamu shalat, jika tidak sesuai dengan ridha-Nya dan apa-apa yang Dia halalkan, maka tidak ada penerimaan (tidak diterima shalatmu oleh Allah). 

iklan

(Tuhaful ‘Uqûl: 174)  

Dari redaksi ini, Imam Ali as menginginkan dari murid setia beliau agar menembus dari kulit luar ke dalam sesuatu yang ada di baliknya dan memasuki batin/ruh dan hakikat amal perbuatan.  

Disimpulkan dari hal itu bahwa setiap amal itu punya jasad dan punya ruh. Apabila ruh tidak ada di dalam jasad, maka ia mati dan tidak bernilai. Dan hendaknya seseorang itu tidak bergembira dengan kulit tanpa inti. Inti dan hakikat itu yang lebih penting. Seperti dalam sabda Imam Sajjad as.: Ya Allah, karuniakan kepadaku… Hati yang unggul. 

Dalam shalat yang penting adalah cara pelaksanaan. Ia harus dilaksanakan dengan kehadiran hati yang suci dan bersih, tunduk pasrah dan khusyu’ agar ia menjadi shalat yang diridhai Allah. Tetapi apabila shalat dilaksanakan di tempat yang bukan miliknya dan tanpa izin dan restu pemilik tempat itu, atau dengan mengenakan pakaian hasil mengambil punya orang lain (ghashab)  tanpa seizin dan restunya, atau ia tidak halal, maka shalat itu tidak diterima di sisi Allah.  

Riwayat/hadis itu, kendati ia berbicara tentang shalat secara spesifik, hanya saja, setiap amal perbuatan lain juga harus demikian. Termasuk kegiatan-kegiatan dan aktifitas politik juga harus disertai dengan semangat dan ruh untuk memperbaiki kondisi Umat Islam. Jika tidak demikian, ia tidak diharapkan di sisi Allah -Ta’âlâ-. 

(Kalimât Mudhîah:321-322)  

Catatan Akhir: 

Mengenal Sekilas Tentang Kumail bin Ziyad _-radhiyallâhu ‘anhu- 

Kumail bin Ziyad bin Suhail bin Haitsam bin Sa’ad bin Malik bin Al-Harits bin Shubahan bin Sa’ad bin Malik bin An-Nakha’i bin ‘Amr bin Wa’lah bin Khalid bin Malik bin Adad, lahir di Yaman pada tahun 7 sebelum Hijriyah.  

Ia masuk Islam pada usia muda dan sempat menemui Nabi saw. , meskipun ada pendapat bahwa ia tidak pernah melihat Nabi secara langsung. Ia hijrah bersama sukunya ke Kufah pada awal penyebaran Islam.  

Kumail adalah salah satu pemimpin sukunya dan memiliki kedudukan yang tinggi di antara mereka. Ia adalah salah satu orang kepercayaan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.dan termasuk dalam kalangan khusus beliau. Kumail juga menjabat sebagai gubernur di kota Hit.  

Kumail meriwayatkan banyak hadits dari Amirul Mukminin, yang paling terkenal yaitu doa Khidr yang sering dikaitkan dengannya. Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi membunuhnya karena cintanya dan kesetiaannya kepada Amirul Mukminin as. 

Habib Ali Umar Al-Habsyi
+ posts
Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Back to top button