Khazanah

Masa Waktu di Alam Barzakh

Kehidupan Barzakh (Bagian Keempat)

Waktu di Alam Barzakh bersifat relatif—ia tidak dialami secara seragam oleh semua penghuninya. Bagi mereka yang tergolong ahlul jannah di alam barzakh, perjalanan waktu seolah tidak terasa. Nikmat dan rahmat Allah Subhânahu wa Ta‘âlâ yang tercurah di alam penantian itu membuat hari-hari menanti kiamat berlalu dengan ringan, seperti hanya sekejap mata.

Sebaliknya, bagi mereka yang tergolong ahlun nâr di alam barzakh, setiap detik bagaikan rentang waktu yang amat panjang. Seperti seseorang yang terperangkap dalam ruang sauna bersuhu tinggi—setiap menit serasa sejam. Apalagi jika dibayangkan berendam dalam air mendidih, 100 derajat panasnya, maka satu detik pun terasa seperti selamanya.

Begitu pula dalam realitas hidup kita: saat kita larut dalam kesenangan, waktu berlalu tanpa terasa. Dua jam bercengkerama dalam kegembiraan terasa hanya beberapa menit. Sebaliknya, dalam penderitaan, setiap momen terasa menyesakkan. Maka, seperti itu pula keadaan ruh-ruh di alam barzakh—waktu yang mereka alami bukanlah waktu yang kita kenal di dunia ini.

Imam Ali bin Abi Thalib ‘alayhis salâm, pemimpin para washi dan pintu kota ilmu Rasulullah ﷺ, pernah mengajak para sahabatnya berziarah ke pemakaman. Beliau berkata, “Maukah kalian melihat sesuatu yang belum pernah kalian saksikan sebelumnya?” Para sahabat menjawab, “Tentu, wahai Imam.”

Lalu Imam Ali as mendekati sebuah kuburan tua, seraya berkata, “Wahai hamba Allah, bangkitlah dengan izin Allah!” Para sahabat menyaksikan, dalam keadaan kasyf, seorang pria berpakaian putih bangkit dari kuburnya dan menyapa, “Salam sejahtera atasmu, wahai Wali Allah!”

iklan

Imam bertanya padanya, “Berapa lama engkau telah wafat?”
Ia menjawab, “Wahai Tuanku, belum genap setahun.”
Imam bertanya lagi, “Berapa bulan?”
Ia menjawab, “Sebulan pun belum.”
Imam melanjutkan, “Berapa hari?”
Ia berkata, “Belum satu hari, wahai Imam. Barangkali hanya beberapa jam saja. Setelah aku selesai menjawab pertanyaan Munkar dan Nakir, para pemuda rupawan datang membawakan hidangan, dan bidadari surga datang menyuguhkan nampan-nampan penuh kenikmatan. Karena asyiknya kami berbincang dan bergurau, tiba-tiba aku mendengar panggilanmu, wahai Amirul Mukminin.”

Mendengar itu, Imam Ali as bersabda, “Rahmat Allah yang luas tercurah atasmu. Ketahuilah, engkau telah wafat seratus tahun yang lalu.”

Kemudian Imam Ali as mendekati kuburan lain, yang tanahnya masih merah, baru saja ditimbun. Beliau berkata, “Wahai hamba Allah, bangkitlah dengan izin Allah!” Maka muncullah sesosok tubuh hitam legam, lusuh dan hancur.

Ia berkata, “Salam atasmu, wahai Amirul Mukminin.”
Imam bertanya, “Sudah berapa lama engkau wafat?”
Ia menjawab, “Lebih dari satu jam, wahai Imam.”
“Berapa hari?” tanya Imam.
“Lebih dari satu hari,” jawabnya.
“Berapa bulan?”
“Lebih dari sebulan.”
“Berapa tahun?”
Ia menjawab dengan getir, “Lebih dari satu tahun, mungkin telah seratus tahun berlalu…”

Imam pun mengangkat tangannya, dan keadaan kembali seperti semula. Lalu beliau bersabda, “Padahal belum satu jam ia dimakamkan, namun karena azab kubur yang pedih, ia merasa telah melewati seratus tahun. Inilah perbedaan antara Mukmin dan Kafir di Alam Barzakh.”

(Dikutip dari: Barzakh wa Nafkhe Sur, Ayatullah Ali, hlm. 36)

Abu Syirin Al Hasan
+ posts
Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Back to top button