Hadis

Doa Nabi bagi Penyampai Ilmu 

Oleh Mohammad Adlany, Ph.D. (Anggota Dewan Syura IJABI) 

Salah satu dimensi penting dalam ajaran Islam adalah transmisi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai agama dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses ini bukan sekadar penyampaian teks, melainkan juga pewarisan makna, pemahaman, dan pengamalan. Di antara hadis yang menekankan hal ini adalah sabda Nabi Muhammad saw yang berbunyi: 

نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثاً فَبَلَّغَهُ كَمَا سَمِعَهُ، فَرُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ 

Semoga Allah mencerahkan seorang hamba yang mendengar suatu hadis dari kami, lalu menyampaikannya sebagaimana ia mendengarnya. Karena sering kali orang yang disampaikan lebih memahami daripada orang yang mendengar langsung. (Musnad Ahmad, Jilid 1, hlm. 437). 

نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثاً فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ غَيْرَهُ، فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ 

iklan

Semoga Allah mencerahkan seorang hamba yang mendengar sebuah hadis dari kami, lalu menjaganya hingga menyampaikannya kepada orang lain. Sebab, bisa jadi seorang pembawa ilmu menyampaikannya kepada orang yang lebih memahami darinya. (Sunan al-Tirmidzi, Kitab al-ʿIlm, no. 2656). 

نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا، فَأَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا، فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ 

Semoga Allah mencerahkan seorang hamba yang mendengar perkataanku, lalu memahaminya, kemudian menyampaikannya sebagaimana ia mendengarnya. Karena bisa jadi seorang pembawa ilmu menyampaikannya kepada orang yang lebih faqih darinya.” (Sunan Ibn Majah, Muqaddimah, no. 233). 

نَضَّرَ اللَّهُ عَبْداً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا وَ بَلَّغَهَا مَنْ لَمْ يَبْلُغْهُ 

Semoga Allah mencerahkan seorang hamba yang mendengar perkataanku, lalu menjaganya, dan menyampaikannya kepada orang yang belum sampai kepadanya. (Al-Kafi, Jilid 1, hlm. 403). 

نَضَّرَ اللَّهُ عَبْداً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا، ثُمَّ أَدَّاهَا إِلَى مَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا 

Semoga Allah mencerahkan seorang hamba yang mendengar perkataanku, lalu memahaminya, kemudian menyampaikannya kepada orang yang belum mendengarnya. (Biḥar al-Anwar, Jilid 2, hlm. 151). 

Hadis ini diriwayatkan baik dalam literatur Sunni maupun Syiah dengan redaksi yang hampir serupa, menunjukkan konsensus pentingnya peran penyampai ilmu dalam menjaga kontinuitas risalah kenabian. 

Dalam QS. al-Qiyamah [75]:22 disebutkan: 

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ 

“Pada hari itu wajah-wajah berseri-seri.” 

Redaksi «نَضَّرَ اللَّهُ» dalam hadis bermakna doa agar seorang hamba memperoleh wajah yang berseri, cerah, dan bercahaya di dunia dan akhirat. Kecerahan itu bukan sekadar fisik, tetapi melambangkan identitas ruhani dan integritas moral yang terbangun karena menjaga dan menyampaikan ilmu. 

Hadis ini mengandung tiga pilar utama bagi seorang penyampai ilmu: 

1. Mendengar dan menghargai – tidak semua pendengaran bernilai; yang dimaksud adalah kesungguhan untuk menerima dengan penuh perhatian. 

2. Memahami dan menjaga – ilmu harus dipelihara, dianalisis, dan diinternalisasi sebelum diteruskan. 

3. Menyampaikan kepada orang lain – penyampaian harus sesuai dengan apa yang diterima, bebas dari distorsi, dan disertai keteladanan. 

Hadis Nabi menafsirkan bahwa yang dimaksud bukan sekadar wajah lahiriah, melainkan keseluruhan identitas manusia yang dipenuhi cahaya karena komitmen terhadap ilmu dan kebenaran. 

Implikasi Teologis dan Epistemologis 

1. Teologis – Hadis ini menunjukkan bahwa penyebaran ilmu adalah ibadah yang mendapatkan doa khusus Nabi. Penyampai ilmu menempati posisi sebagai penerus misi kenabian. 

2. Epistemologis – Ilmu dalam Islam tidak berhenti pada aspek teoritis, melainkan harus mengalami tiga tahap: menerima dengan benar, memahami dengan kritis, dan menyampaikan dengan amanah. 

3. Etis-Sosial – Penyampaian ilmu menuntut integritas moral: menghindari manipulasi, menjaga keaslian, dan mengedepankan niat ikhlas demi kelestarian risalah Islam. 

Kesimpulannya, hadis «نَضَّرَ اللَّهُ عَبْداً…» merupakan salah satu doa Rasulullah saw yang mengandung pesan fundamental tentang pentingnya transmisi ilmu dalam Islam. Hadis ini menegaskan peran sentral ulama, penuntut ilmu, dan para penyampai kebenaran dalam menjaga cahaya kenabian. 

Kecerahan wajah yang dijanjikan bukanlah sekadar simbol fisik, melainkan representasi dari identitas ruhani, integritas moral, dan keberkahan hidup yang dianugerahkan Allah kepada mereka yang dengan ikhlas mendengar, memahami, dan menyebarkan ajaran Nabi.

Mohammad Adlany Ph. D.
Dewan Syuro IJABI |  + posts
Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Back to top button