Khazanah

Jalan Kebenaran Senantiasa Sunyi

Oleh Mohammad Adlany, Ph.D, Anggota Dewan Syura IJABI

Dalam dunia yang riuh dengan tepuk tangan popularitas, sorak sorai kepentingan, dan hiruk-pikuk pencitraan, ada satu jalan yang tetap sepi: jalan kebenaran.

Jalan ini bukan tidak ada yang tahu. Mungkin orang pernah tahu dan bahkan pernah melintasinya, meski sebentar. Tapi banyak yang cepat-cepat berbelok. Alasannya beragam: takut kehilangan teman, takut dikucilkan, takut miskin, takut dianggap aneh, atau sekadar takut merasa sendiri.

Padahal, kebenaran itu tidak menyesatkan, meski ia tidak selalu membuatmu populer. Kebenaran tidak selalu mengundang pujian, tapi ia menyelamatkan. Kebenaran tidak selalu memberikan kenyamanan, tapi ia menguatkan.

Lihatlah sejarah. Para nabi, orang-orang bijak, para reformis, dan para syuhada—mereka semua berjalan di jalan yang sama: sunyi, penuh tantangan, bahkan dihina, diusir, dan disakiti. Tapi mereka tetap teguh. Mengapa? Karena mereka tahu, yang benar tetaplah benar meski tak ada yang mendukung, dan yang salah tetap salah meski semua orang bersorak mendukungnya.

iklan

Kebenaran tidak butuh keramaian. Ada yang berpikir, “Kalau banyak yang percaya, berarti itu benar.” Sayangnya, kebenaran bukan soal kuantitas, tapi kualitas. Seekor singa tetap singa meski sendirian di hutan. Dan seekor domba tetap domba meski berjalan bersama ribuan domba lainnya ke jurang.

Kadang, jalan kebenaran menuntut kita untuk melawan arus. Bukan karena kita ingin berbeda, tapi karena arus itu membawa kita menjauh dari nilai-nilai yang hakiki: kemanusiaan, amanah, kejujuran, keadilan, keberanian, dan ketulusan.

Sunyi itu tidak buruk. Justru dalam kesunyian, seseorang bisa mendengar suara hatinya sendiri. Dalam sepi, seseorang bisa lebih jujur pada dirinya. Jalan kebenaran memang tidak menjanjikan banyak teman, tapi ia menjanjikan ketenangan batin. Ia mengantarkan kita pada makna hidup yang sejati, bukan sekadar kepuasan sesaat.

Rasulullah saw di awal dakwahnya—berapa orang yang mengikuti? Sedikit. Tapi beliau tetap melangkah. Imam Husain as di padang Karbala—berapa pasukannya dibanding lawan? Hanya segelintir. Tapi beliau tetap berdiri. Karena bagi mereka, kebenaran lebih layak dipegang meski harus kehilangan nyawa, daripada hidup panjang dalam kebohongan dan ketakutan.

Meskipun terasa sepi, sejatinya kita tidak sendiri. Langit mencatat langkah-langkah mereka yang istiqamah. Doa para malaikat menyertai mereka yang memilih jalan lurus meski sunyi. Dan pada akhirnya, kebenaranlah yang akan menang, meski harus menunggu waktu yang lama.

Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an: “Katakanlah: Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu pasti lenyap.” (QS. Al-Isra’: 81)

Tetaplah di jalan itu. Jika engkau sedang berjalan di jalan kebenaran dan merasa sendirian, jangan mundur. Mungkin memang engkau sedang di jalur yang benar. Tetaplah melangkah, meski pelan. Tetaplah teguh, meski dunia mengejek. Sebab pada akhirnya, kemenangan bukan milik yang ramai, tapi milik yang benar.

Mohammad Adlany Ph. D.
Dewan Syuro IJABI |  + posts
Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Back to top button