Filsafat-IrfanKhazanah

Gradasi Wujud, Gerakan Transubstansial, Pengampunan Dosa dan Penghapusan Amal

Sebuah renungan metafisis dari Mulla Sadra dan cahaya RahmatNya

Oleh: Dr. Dimitri Mahayana, Sekretaris Dewan Syura IJABI

Apakah dosa akan abadi? Dan jika demikian, apa makna pengampunan Tuhan?

Apakah amal baik akan kekal? Dan jika demikian, apa makna penghapusan amal?

Pertanyaan-pertanyaan ini menggema bukan hanya dari relung batin yang haus makna, tetapi juga dari palung metafisika terdalam: apakah yang berwujud dan berefek bisa lenyap begitu saja? Apakah ada “hapus” dalam realitas ontologis?

Dalam Hikmah Muta‘āliyah, Mulla Sadra memaparkan satu prinsip kunci: wujud bukan sesuatu yang statis, melainkan gradasional (tasykīk al-wujūd) dan bergerak secara transubstansial (harakah jawhariyyah). Segala yang ada, dari batu, pohon, jiwa, hingga malaikat, bukanlah titik-titik beku, melainkan gerak yang mengalir dalam keberadaan, dari satu bentuk ke bentuk lain, dari satu eksistensi ke eksistensi lain, dari satu kegelapan ke cahaya, atau sebaliknya.

iklan

Di sinilah letak jawaban atas pertanyaan metafisik kita.

I. Dosa sebagai Realitas yang Berwujud

Dosa bukan sekadar pelanggaran hukum normatif, melainkan perubahan dalam keberadaan jiwa. Ketika seseorang berdosa, ia bukan lagi “A” yang suci, tetapi “B” yang ternoda. Perubahan ini bukan hanya simbolik atau yuridis; ia menggores struktur eksistensial pelakunya. Dalam ontologi Sadra, setiap tindakan meninggalkan jejak yang berdampak substansial pada pelaku.

Maka benar, dosa itu berwujud, karena ia berefek. 

Tapi apakah wujud dosa itu kekal dan abadi? Tidak. Karena dalam alam wujud yang selalu bergerak, substansi manusia dapat berubah. Ia bisa bertransisi dari B ke Cmelalui gerakan substansial, yakni transformasi jiwa yang sejati.

Dan bila dalam proses itu turun ampunan Tuhan, maka substansi “C” yang lahir adalah realitas baru yang murni, tanpa dosa. Artinya, wujud dosanya tidak dihancurkan secara destruktif, tapi diubah esensinya melalui cahaya Rahmat, seperti bara menjadi arang, lalu arang menjadi debu, lalu debu menjadi tanah yang subur.

Pengampunan Tuhan bukan meniadakan sejarah dosa, tapi mengalirkan wujud manusia ke arah bentuk yang tak lagi ditandai oleh dosa itu. Maka benarlah firman-Nya:

“Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman serta mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka akan diganti Allah dengan kebajikan.”

(QS. Al-Furqan: 70)

II. Amal Baik dan Penghapusannya

Sebaliknya, bagaimana dengan amal baik yang dihapus? Apakah itu berarti Tuhan mengingkari keberadaan kebaikan?

Dalam logika yang sama, amal baik juga berwujud, karena ia meninggalkan bekas dalam jiwa: cahaya, kekhusyuan, kelembutan. Tapi jika amal itu dinodai dengan riya, atau dihapus oleh kezaliman, maka gerakan substansi pelakutidak lagi menuju cahaya, melainkan menurun kepada bentuk yang lebih gelap.

Bukan amal baiknya yang “dihapus” secara historis, tapi substansi jiwa pelaku bergeser ke bentuk yang tak pantas menerima balasan itu. Maka kenikmatan yang semestinya hadir pun mengecil, atau bahkan hilang—karena tidak ada “wadah” substansial untuk menampungnya.

Seperti gelas yang retak: bukan airnya yang tidak ada, tapi gelasnya tak lagi mampu menampungnya.

III. Maka, Apakah Dosa Kekal?

Tidak. Dosa tidak kekal secara substansial jika pelakunya bergerak secara eksistensial menuju pengampunan. Tapi jika tidak, maka ia tetap sebagai bagian dari wujudnya yang membeku dalam bentuk terendahnya.

Siksaan bukan hanya balasan, tetapi bentuk wujud itu sendiri. 

Orang berdosa tak dibakar oleh api luar, tapi oleh bentuk wujudnya sendiri yang menolak Rahmat. Demikian juga, kebaikan tak selalu berbuah nikmat, bila substansi pelakunya mundur dan kehilangan bentuknya yang layak menerima cahaya itu.

IV. Maka, Apa Arti Pengampunan?

Pengampunan bukanlah “melupakan” dosa. Pengampunan adalah transformasi wujud, dari bentuk rendah menuju bentuk yang diterima oleh Rahmat. Dan penghapusan amal bukanlah kekejaman, melainkan konsekuensi gerakan jiwa ke arah yang membatalkan pantasnya menerima balasan itu.

Dalam dunia eksistensi yang terus bergerak, tiada sesuatu yang beku. Yang dosa bisa berubah jadi cahaya. Yang amal bisa terhapus oleh kabut hitam. Maka manusia hidup bukan dalam sistem hitung-menghitung, tapi dalam drama keberadaan yang penuh kemungkinan.

Sebait Puisi tentang Pengampunan

Wahai Tuhan Nan Mahapengasih

Aku datang bukan sebagai angka yang layak dihitung.

Dosaku mungkin seperti malam yang menjulur,

Tapi Engkau adalah pagi yang tak pernah bosan menjemput.

Jika tubuhku adalah batu, gerakkan ia jadi embun.

Jika jiwaku adalah arang, hembuskan ia jadi cahaya.

Karena dalam rumahMu, tak ada dosa yang kekal,

Kecuali bagi yang menolak berubah.

Wa maa taufiiqii illa billah ‘alaihi tawakkaltu wa ilaihi uniib
Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa Aali Sayyidina Muhammad wa ‘ajjil farajahum…

Jakarta, 29 Juli 2025

Dr. Ir. Dimitri Mahayana, M.Eng.
Sekretaris Dewan Syura IJABI |  + posts
Iklan

Satu Komen

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Artikel Lain
Close
Back to top button