Kegiatan

Rumah Kecil, Cinta Besar: Catatan dari Halalbihalal & Milad Husainiyah Zarlons-Soerjadi


Allâhumma shalli ‘alâ Sayyidina Muhammad wa ‘ala Âli Sayyidina MuhammadSabtu, 10 Mei 2025. Pagi yang teduh menyambut langkah-langkah hangat menuju sebuah rumah di Bogor Utara. Tak ada baliho besar. Tak ada keramaian jalan raya. Tapi di sanalah, cinta berkumpul dalam kesederhanaan. Husainiyah Zarlons-Soerjadi, rumah spiritual milik komunitas IJABI Bogor Utara, kembali hidup oleh suara tawa, zikir, dan shalawat.

Acara dimulai sejak pagi hari. Satu per satu warga berdatangan, sebagian membawa bekal makanan, sebagian membawa rasa rindu. Agenda pertama adalah bakti sosial terapi Fashdu—sebuah metode pengobatan tradisional Islam yang telah dikenal sejak berabad silam. Di bawah bimbingan Bapak Roziqin, peserta dibimbing menjalani proses pengambilan darah untuk mengurangi kadar gula, kolesterol, dan asam urat.

Tapi yang datang hari itu bukan hanya orang yang ingin sehat secara jasmani. Banyak di antara mereka datang karena ingin disapa, ingin kembali merasa menjadi bagian dari satu keluarga besar. Momen Halalbihalal jadi alasan untuk melebur jarak dan waktu yang sempat memisahkan. Ada yang baru kembali setelah sekian lama, ada pula yang setia hadir setiap pekan. Semua diterima, semua disambut hangat.

Lalu, suasana berubah hening. Ustadz Muhtar Abdus-Salam memimpin pembacaan Doa Jausyan Kabir. Doa panjang yang biasanya hanya dibaca sendiri itu, kali ini dilantunkan bersama. Kata demi kata menggema di ruang sempit itu: Yâ Man lâ Yakhfâ ‘alayhi Shay’un fil Ardhi wa lâ fis-Samâ’… Doa itu bukan sekadar ritual, tapi perjalanan batin. Setiap bait adalah tangga menuju penghambaan yang lebih jujur.

Ketika doa usai, ibu-ibu Fathimiyah mengambil peran. Mereka melantunkan shalawat sambil mempersiapkan tumpeng. Potong tumpeng tak hanya jadi simbol syukur atas usia Husainiyah yang kedua, tapi juga tanda cinta pada Imam Ali Ridha as—sang pemilik milad yang diperingati hari itu. Shalawat yang dilantunkan penuh kelembutan seolah memeluk siapa pun yang hadir hari itu.

iklan

Di sela-sela acara, hadir para tamu dari berbagai wilayah. Bapak Kus Widarto dari PD IJABI Depok Raya, Ibu Bramilza Bahardin (Ibu Emil) dari Divisi Fathimiyah PW IJABI Jakarta Raya, Bapak Rudi Pais selaku Wakil Sekretaris Umum PW IJABI Jakarta Raya, dan Bapak Fauzan Jamil selaku Sekretaris Umum PW IJABI Jakarta Raya merangkap Staf Sekretariat PP IJABI. Mereka datang bukan hanya sebagai undangan, tapi sebagai saksi bahwa semangat ukhuwah itu nyata. Bahwa satu rumah kecil di Bogor Utara bisa menjadi pusat energi kebersamaan lintas kota.

Tuan rumah, Ibu Dian Nasiti Ambarsari (Ibu Dini) dan Pembina Husainiyah, Bapak Lonnol Bhrahmantio, tampak tenang namun sigap. Senyum mereka mengiringi setiap rangkaian acara, memastikan semuanya berjalan tanpa kekurangan. Mereka tak banyak bicara, tapi justru dari kehadiran merekalah cinta itu mengalir.

Tak banyak dekorasi. Tak ada panggung besar. Tapi justru dalam kesederhanaan itulah keindahan itu terasa. Anak-anak bermain bebas, sesekali menirukan shalawat. Para orang tua berpelukan. Yang muda bersalaman dengan sopan. Di ruang sempit itu, waktu seperti melambat, memberi ruang untuk saling meresapi arti kebersamaan.

Hari itu bukan hanya catatan di kalender. Ia adalah pengingat bahwa rumah tidak selalu berbentuk bangunan besar. Kadang rumah adalah ruang tempat kita merasa diterima, tempat doa dan shalawat bergema, dan tempat ukhuwah dibangun dalam diam.

Semoga Husainiyah ini terus hidup. Bukan hanya karena bangunannya berdiri, tapi karena cinta di dalamnya tak pernah padam.
Allâhumma shalli ‘alâ Sayyidina Muhammad wa ‘ala Âli Sayyidina Muhammad.

Admin IJABI
Reporter |  + posts
Iklan

3 Komen

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Back to top button