Khazanah

Mengapa Harus Bersedih Dan Menangis?

Edisi Menyambut Bulan Syura (Bag.1)

Oleh : Habib Ali Umar Al-Habsyi (Anggota Dewan Syura IJABI)

Setiap bulan Muharram tiba, duka dan kesedihan, belasungkawa dan tabur air mata menghias Komunitas Pecinta Ahlulbait Nabi as di seantero dunia. Tua muda, bahkan anak-anak hingga kaum wanita semua larut dalam orkestra kesedihan mengenang Tragedi Karbala’ dan Kepatriotan Al Husein sebagai Sayyidi Syuhadâ’ penyelamat Agama Datuk Agungnya; Baginda Nabi Mulia Muhammad saw.

Tradisi tahunan ini telah menjadi ciri khas Syi’ah di sepanjang sejarah keberadaan mereka. Bahkan lebih jauh, ia telah diteladankan okeh Nabi saw sendiri, Ahlulbait Suci dan Keluarga Besar Bani Hasyim serta para sahabat Nabi. 

Tetapi sejatinya, yang sering menjadi pertanyaan adalah mengapa harus bersedih dan menangis untuk Al Husein as.? 

Sumber Gambar : https://pin.it/1ye3mOaWT

Perlu diingat bahwa tiada sesuatu apapun yang Allah ciptakan dan Allah titipkan pada penciptaan manusia melainkan ada hikmah besar di baliknya. Sebab Allah Maha Bijak, tiada kesia-siaan pada ciptaan-Nya, baik kita mengetahuinya ataupun tidak. Dari sini dapat dipastikan bahwa adanya fenomena kesedihan dan tangisan pada manusia mengandung hikmah dan maslahat besar. Yang boleh jadi samar bagi kebanyakan manusia. 

iklan

Nash-nash Suci keislaman, baik Al Qur’an maupun Sunnah telah membantu kita memahami secuil dari hikmah tersembunyi tersebut. Dan capaian penelitian ilmiah pun mendukungnya. 

Di bawah ini, mari kita baca secara ringkas apa yang dijelaskan Sunnah Suci. 

Manfaat Spiritual Bersedih dan Menangis

Dalam ABCD pemikiran Islam, telah maklum  bahwa manusia diciptakan dengan dua dimensi; jasadi dan ruhani. Masing-masing memiliki aturannya yang berbeda, walaupun memiliki hubungan yang erat dan saling terkait. Apa yang dialami oleh jasad berpengaruh pada sisi ruh manusia dan begitu juga sebaliknya. Seperti dapat diperhatikan dalam ulasan di bawah ini

(A)  Bersedih Dan Menangis Manifestasi Ketakwaan

Dalam ‘Nahjul Balâghah’, ketika menjelaskan sifat dan perilaku terpuji kaum bertakwa, Imam Ali as di antaranya mensifati mereka dengan:

فَالْمُتَّقُونَ فِيهَا هُمْ أَهْلُ الْفَضَائِلِ … قُلُوبُهُمْ مَحْزُونَةٌ.. تَالِينَ لِأَجْزَاءِ الْقُرْآنِ يُرَتِّلُونَهَا تَرْتِيلًا يُحَزِّنُونَ بِهِ أَنْفُسَهُمْ.

Orang-orang yang bertakwa dalam kehidupan dunia ini adalah pemilik berbagai keutamaan… Hati-hati mereka bersedih… Membaca bagian-bagian dari Al Qur’an dengan tartil nun indah, dengannya mereka membuat hati-hati mereka merasakan kesedihan.

Di sini, kita menyaksikan bagaimana Imam Ali as menjadikan kesedihan sebagai sifat positif mereka, yang dengannya mereka berhak dipuji. 

Dalam sebuah hadis, -sebagaimana diriwayatkan Syeikh Al Hurr Al ‘Âmili -rahimahulláh- Nabi saw bersabda:

أحب الله عبدا نصب في قلبه نائحة من الحزن، فان الله يحب كل قلب حزين، وأنه لا يدخل النار من بكى من خشية الله حتى يعود اللبن إلى الضرع، وإذا أبغض الله عبدا جعل في قلبه مزمارا من الضحك، وإن الضحك يميت القلب، والله لا يحب الفرحين.

Apabila Allah mencintai seorang hamba,  Allah akan tegakkan dalam hatinya penyeru kesedihan. Karena Allah menyukai setiap hati yang sedih. Dan tidak akan masuk ke dalam neraka seorang yang menangis karena takut kepada Allah sehingga air susu kembali ke payudara. Dan apabila Allah membenci seorang hamba, Allah jadikan dalam hatinya seruling tertawa. Dan sesungguhnya tertawa itu membuat hati mati. Dan Allah tidak suka orang-orang yang selalu bergembira.

Sumber Hadis:
Wasâil Asy Syi’ah, 7/76 dari kitab Udah ad Dâ’i; Ahmad bin Fadh Al Hilli.

Dan cucuran air mata kesedihan adalah wujud dari bersemayamnya Rahmat Ilahi dalam hati seorang. Demikian disabdakan Imam Ali as. Karena itu hendaknya seorang hamba memanfaatkan momentum istimewa untuk berdoa dan memohon segala hajatnya kepada Allah SWT.

(Bersambung Insya Allah)

Habib Ali Umar Al-Habsyi
+ posts
Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Artikel Lain
Close
Back to top button