Khazanah

Mengapa Syi’ah Ngotot Melestarikan Sepanjang Masa, Tradisi Meratapi Al Husain as?

Bagian 1

Oleh: Habib Ali Umar Al-Habsyi, Anggota Dewan Syura IJABI

Memperhatikan tradisi Syi’ah yang getol melestarikan tradisi mengenang dan meratapi Al Husain as, sebagian kalangan di luar komunitas Syi’ah bertanya-tanya: Apa sebenarnya yang mendorong Muslim Syi’ah getol melestarikan Tradisi Ratapan dan Menangisi Al Husain as? Bukankah Al Husain telah meraih kesuksesan dengan meneguk cawan kesyahidan?! Bukankan Al Husain kini telah berbahagia bersama kakek agung dan ayah-bundanya yang mulia di sisi Allah?! 

Sebagian dari pertanyaan itu murni muncul dari keingintahuan dalam memahami apa yang sebenarnya melatarbelakanginya. Sementara, tidak jarang pula yang berangkat dari nyinyiran atau bahkan kecaman yang lahir bersama kebencian kepada Al Husain as, dan/atau kedengkian membara terhadap para pecinta Al Husain as. dikarenakan mereka begitu bangga menjadi pengikut setia Al Husain as. Di samping tentunya -dan itu yang mereka khawatirkan- dengan terus tanpa henti mengenang Mega Tragedi Karbala akan membongkar ketertindasan dan keteraniayaan Keluarga Suci Nabi saw, yang pada gilirannya akan menelanjangi kemunafikan dan kebejatan yang selama ini disanjung sebagai ketakwaan dan kesalehan. 

Dalam kesempatan terbatas ini, tulisan ini mencoba menjelaskan sebagian dari filosofi mengapa kaum Muslim Syi’ah -pengikut Setia Keluarga Nabi saw- begitu getol melestarikan Tradisi Duka untuk Al Husain as. Dan selain apa yang akan disebutkan, masih banyak alasan dan motif lain. 

Motif Pertama: Men-ta’dzim Sya’âir Allah.

iklan

Di antara alasan terkuat yang memotivasi kaum Muslim Syi’ah untuk terus bersemangat melestarikan tradisi berduka dan meratapi Al Husain as adalah karena menta’dzim, memuliakan dan mengagungkan Sya’âir Allah. Di mana Allah memerintahkan kita agar memuliakannya. Allah SWT berfirman:

ذٰلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ فَاِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ

Demikianlah (perintah Allah). Siapa yang mengagungkan sya’îrah-sya’îrah Allah sesungguhnya hal itu termasuk dalam ketakwaan hati. (QS  Al Haj:32) 

Kata: Sya’âir adalah bentuk jamak dari kata: Sya’îrah. Secara bahasa berarti tanda dan petunjuk. Maka atas dasar itu 

Sya’âir adalah tanda-tanda dan bukti-bukti Allah, yang tentunya mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum-hukum Allah dan ajaran-ajaran-Nya. Ringkas kata, ia mencakup seluruh materi amal perbuatan yang berbasis Agama yang akan mengingatkan manusia kepada Allah Sang Maha Pencipta dan Kemaha-Agungan-Nya. Dan menegakkan amal-amal itu sejatinya, adalah bagian inti tak terpisahkan dari ketakwaan hati. Seakan Allah telah menancapkan panji-panji yang akan mengarahkan Kafilah umat manusia menuju arahnya yang  akan menyambungkan mereka kepada Shirâth yang Mustaqîm. Sya’âir seperti shalat, puasa, haji, wuquf di Padang Arafah, menyembelih ternak kurban, lari-lari kecil antara Shafâ dan Marwâ, Maqam Ibrahim, mendatangi Masjid-masjid dan majelis-majelis ilmu dan dzikir tentu masuk dalam cakupannya, karena semua itu bermuara kepada satu titik yaitu ketaatan kepada Allah sebagai wujud nyata ketakwaan hati. 

Dari sini, dapat dipastikan bahwa menggelar Majelis Duka (dalam ikhtiar) mengenang Tragedi Karbala dan meratapi Al Husain as yang gugur syahid dalam membela Agama Allah bukan hanya sekedar sebagai Sya’âir Allah yang harus diagungkan. Tetapi ia adalah Sya’âir teragung Allah yang akan menjaga keberlangsungan dan kemurnian Sya’îrah lainnya. Perjuangan dan pengorbanan Al Husain lah yang melestarikan Agama Allah, sehingga dapat tetap eksis dan dinikmati oleh kaum Muslimin sepanjang masa. Bahkan dapat dikatakan bahwa Darah Al Husain as yang tertumpah di Padang Karbala telah memberikan umur baru bagi Agama Allah. Sehingga tidak salah jika kita mengatakan bahwa: Islam itu Muhammadi dalam wujudnya tetapi ia Husaini dalam keabadiannya.

Karena itu,  kita dapat memahami mengapa pusat-pusat kekafiran dan kemunafikan di sepanjang sejarah, memerangi Tradisi Duka untuk Al Husain as. Seribu satu cara dilakukan. Dengan satu tujuan membuat umat Islam terkena atsar (dampak, efek) dari hakikat sebenarnya yang sedang terjadi di Padang Karbala.

Dongeng-dongeng konyol, pun menjadi materi pembodohan dan pembutaan umat Islam. Mulai dari dongeng konyol tentang diselamatkannya para nabi dan kekasih Allah di Hari Asyura. Sehingga ia layak dirayakan sebagai Hari Kemenangan Para Kekasih Allah atas musuh-musuh-Nya. Hingga dongeng-dongeng konyol lainnya. Semua dirancang untuk menyukseskan satu tujuan besar yaitu agar umat Islam tak lagi mengenal Al Husain, tak lagi mengenal perjuangannya, hingga tak lagi peduli dengan pengorbanannya dan apa yang menimpa beliau.

(Bersambung Insya Allah)

Habib Ali Umar Al-Habsyi
+ posts
Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berkaitan

Artikel Lain
Close
Back to top button