Kehidupan Barzakh: Ruh Mengetahui Keadaan Kerabat dan Sahabat di Dunia
Kehidupan Barzakh (Bagian Kelima)


Abu Syirin Al Hasan
Alam Barzakh adalah alam yang lebih tinggi daripada alam dunia. Karena ketinggian derajatnya, ia mampu memahami dan mengetahui dengan sempurna keadaan alam di bawahnya. Oleh karena itu, arwah yang berada di alam Barzakh dapat mengetahui kondisi dan perbuatan para kerabat serta sahabat mereka yang masih hidup di dunia.
Ilmu Para Imam dan Penglihatan Ruhani
Salah satu pembahasan penting dalam teologi Islam, khususnya dalam pandangan Ahlulbait, adalah seputar ilmu para Imam maksum. Apakah para Imam mengetahui perbuatan kita, bahkan isi hati kita—baik saat mereka masih hidup di dunia maupun setelah wafat?
Al-Qur’an dan riwayat Ahlulbait menegaskan bahwa para Nabi, Rasul, dan Aimmah ‘alaihimussalâm mengetahui segala amal kita, baik yang tersembunyi dalam hati maupun yang tampak dalam tindakan. Dalam Surat At-Taubah ayat 105, Allah berfirman:
Wa qul
i
malû fa-sayarallâhu ‘amalakum wa rasûluhû wal-mu`minûn
“Katakanlah: Beramallah kalian! Maka Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman akan melihat amal perbuatan kalian!”
Ayat ini menegaskan bahwa amal kita tidak hanya terlihat oleh Allah, tetapi juga oleh Rasul-Nya dan para mukmin sejati—dalam tafsir Ahlulbait, mereka adalah para Imam maksum.

Amal Perbuatan Mukmin Disaksikan oleh Para Imam
Imam Ja‘far Shadiq ‘alaihis salâm pernah bersabda:
“Mengapa kalian menyakiti Rasulullah ﷺ?”
Para sahabat menjawab, “Jiwa kami tebusan bagimu! Bagaimana mungkin kami menyakiti beliau?”
Imam berkata, “Apakah kalian tidak mengetahui bahwa seluruh amal kalian diperlihatkan kepada Rasulullah? Maka bila kalian berbuat maksiat, hal itu menyakitinya.”
(Amâlî Syaikh Mufîd, hlm. 196 / Bihâr al-Anwâr, Juz 22, hlm. 551)
Demikian pula, Imam Ali Ridha ‘alaihis salâm bersabda kepada salah seorang sahabatnya:
“Demi Allah! Seluruh amal perbuatan kalian diperlihatkan kepada kami setiap hari, dan kami mengetahuinya.”
Lalu Imam mengutip ayat yang sama dari Surat At-Taubah sebagai dalil atas ucapannya.
(Bashâ’ir ad-Darajât, Juz 1, hlm. 26)
Imam Ali ‘alaihis salâm juga menyampaikan kepada sahabatnya, Rumailah, yang saat itu sedang sakit:
“Wahai Rumailah, tidaklah seorang mukmin sakit, kecuali kami ikut merasakan sakitnya; tidaklah ia bersedih, melainkan kami pun bersedih; dan tidaklah ia berdoa, kecuali kami mengaminkannya.”
Ketika Rumailah bertanya apakah ini hanya berlaku bagi orang-orang dekatnya, Imam menjawab:
“Tidak ada satu pun mukmin, di timur maupun barat, yang luput dari perhatian kami.”
(Bashâ’ir ad-Darajât, Juz 1, hlm. 260)

Ruh Mukmin di Alam Barzakh Mengetahui Keadaan Keluarga
Sebagaimana para Nabi dan Imam, para mukmin yang telah berada di alam Barzakh—karena derajat keberimanan dan kedekatan mereka dengan Allah—juga dapat mengetahui apa yang terjadi atas keluarga dan sahabat mereka di dunia. Kisah ini diceritakan oleh Syeikh Ali Muhaddis Zadeh, putra dari Syeikh Abbas Qummi (pengarang Mafâtîhul Jinân):
“Ketika kondisi ekonomi saya sangat sulit, saya sempat terlintas niat untuk bekerja di lembaga yang berafiliasi dengan Syah. Niat ini tak pernah saya sampaikan kepada siapa pun.
Suatu malam, saya bermimpi bertemu ayah saya—Syeikh Abbas Qummi—dengan wajah sedih dan marah. Beliau berkata, ‘Putraku, jangan pernah berpikir bahwa Imâm Husain ‘alaihis salâm tidak mengetahui keadaanmu!’
Lalu beliau mengeluarkan uang dari sakunya dan berkata, ‘Ambillah dan kelolalah hidupmu dengan baik.’
Saya terbangun, dan waktu menunjukkan waktu Subuh. Tak lama kemudian, seseorang mengetuk pintu dan memberikan uang sambil berkata, ‘Ini dari ayahmu.’ Sejak saat itu, saya tidak pernah kekurangan.”
(Sarnewesyi Insan, Ayatullah Mas‘ûd, hlm. 51)
Kesimpulan: Ikatan Ruhani Tak Pernah Putus
Kisah-kisah di atas menunjukkan bahwa kehidupan ruh di alam Barzakh bukanlah akhir dari keterlibatan mereka terhadap urusan dunia. Ruh para mukmin, terlebih para Nabi dan Imam, tetap terhubung dengan dunia ini—dengan izin Allah Ta‘âlâ. Mereka menyaksikan amal perbuatan kita, mendoakan, dan bahkan berinteraksi secara ruhani dengan kita. Keyakinan ini memberi harapan, dorongan untuk beramal saleh, serta peringatan agar tidak menyakiti hati Rasulullah dan Ahlulbait-nya dengan dosa-dosa kita.
